December 28, 2016

Berpikir Khawatir

Kemarin aku antar dia pulang, kulepas dia pergi demi sesuatu yang lebih baik. Beberapa hari ini kami selalu bersama, bersama karena sebentar lagi akan terpisah jarak (walaupun hanya untuk waktu yang singkat dan walaupun internet membuat semuanya terasa dekat). Aku tidak bilang apa-apa tentang merindu, tapi aku tau akan rindu padanya. Aku sudah melambai-lambai dari tempatku berdiri dan memasang senyum paling manis padanya yang sudah masuk bis menuju kampung halamannya. 

December 27, 2016

Just Give A Try

Hari ini penghitung waktu mundur di ponselku berbunyi-bunyi, memampang sebaris tulisan "60 days left get your fucking novel done!!!" Dengan tiga tanda seru. Iya tiga dan dengan kata-kata menyumpah. Aku juga menempel tembok working spaceku dengan kata hujatan lainnya. Hanya untuk meremehkan diriku yang begitu malas dan menunda terlalu banyak, sehingga rasanya diperlukan kata-kata hujatan. 

December 7, 2016

Datangnya Bundadari

Pagi ini terlalu bahagia. Salah satu pagi dari sekian ribu pagi yang membagiakan. Saking bahagianya sampai sujud syukur dan buru-buru ambil wudhu untuk solat Dhuha. Padahal cuman gara-gara sebiji pop up Whatsapp dari seorang bidadari yang dikirim Allah ke bumi Psikologi Undip. Pop up yang munculnya sangat cepat dan melampaui harapan si bocah yang mengirim satu pop up panjang berisi permohonan pengajuan dosen pembimbing. Permohonan yang setelah terkirim, disertai dengan doa-doa panjang sambil tutup mata, dan rupanya benar hujan membuat banyak doa dijabah. Doaku adalah salah satunya. Kali ini aku ingin sujud syukur lagi. 

December 1, 2016

Harta Karun Bau Apak

Petualangan random di awal Desember. Memulai bulan ini dengan sampai di tempat yang menyimpan banyak harta karun terpendam. Mereka berjejer-jejer, bersenggolan, bau apak, menutupi dinding dengan keberadaan mereka yang berlimpah ruah. Mereka beraneka ragam, tidak ada yang satu pun yang sama, punggung mereka ada yang sudah mengelupas, ada yang masih kokoh. Meski begitu, mereka punya satu kesamaan. Sama-sama memanggil-manggil untuk dihampiri. Aku cuman cengar cengir sambil elus-elus punggung mereka satu satu, beberapa aku tarik dari tempatnya, beberapa aku baca sambil ketawa ketiwi. 

Tak Lagi Menggoda

Sudah empat hari berturut-turut sejak ranjang tidak lagi semenggoda dulu. Selama itu pula tidur di karpet rasanya lebih menjanjikan masa depan yang cerah daripada tidur di ranjang. Jenis pemikiran tidak masuk akal yang mungkin juga dirasakan oleh beberapa orang teman yang sedang mencurahkan isi batok kepalanya untuk menyelesaikan skripsi. Atau hanya aku yang berpikir begitu? Ah.. mungkin saja. 

November 25, 2016

Saya Ingin Kabur, Nyonya

Saya ingin berterimakasih pada Kanjeng Nyonya yang satu ini, karena sudah memberikan kesempatan kepada anak bimbingannya untuk menghadapi apa yang tadinya tidak disukainya. Terimakasih karena tidak membiarkan kami kabur, walaupun sebenarnya kami ingin sekali kabur. Tapi apa daya, akademik fakultas sudah menulis nama Nyonya di kelas kami yang terpampang di website sia universitas. Kami awalnya tidak tau kalau ternyata Nyonya seperti ini, awalnya kami pikir tidak apa-apa. Eh ternyata makin kesini makin kenapa-napa. Lalu kami punya rencana serempak, Nyonya. Kami akan kabur diam-diam. Kami akan cari Nyonya-Nyonya yang lain. Siapa pun itu. Mungkin juga dengan Tuan, yang jelas kami ingin kabur, Nyonya. Kami tidak ingin mempertaruhkan masa depan kami yang berharga bersamamu, Nyonya. Maafkan kami. 

November 24, 2016

Lahir di antara Tulisan

Sama seperti kenapa cowok ini suka dengan cewek yang itu, atau seperti kenapa si X lebih suka makan pakai sambal sedangkan si Z tidak suka sambal sama sekali. Susah bahkan tidak dapat dijelaskan. Terjadi begitu saja tanpa sebab musabab. Ada orang yang terlahir di antara buku-buku, ada yang terlahir di antara nada-nada musik klasik, ada yang terlahir di antara wangi sambal, di antara permainan bulu tangkis, di antara rintik hujan dan lain-lain. Aku adalah bayi yang terlahir di antara buku-buku itu. Aku mencium wangi kertas pertama kali saat berusia 3 tahun dan aku langsung jatuh cinta. Ayah yang mengenalkanku dengan kertas-kertas wangi itu. Setiap minggu ia datang dengan wangi itu, membiarkanku menciumi halamannya dan sedangkan ibu membacakan satu per satu tulisan di halaman yang wangi itu. 

November 22, 2016

Perbincangan Benda Mati

22 November 2016

Hari ini aku bertanya-tanya tentang benda-benda mati. 

Tadi ada kelas Seminar Proposal yang sangat kubenci. Aku baru menyadari bahwa kebencianku itu telah melebihi kebencianku terhadap kelas-kelas yang selama ini pernah kujalani selama 3 tahun kuliah di Psikologi. Aku selalu bersikap netral ke semua mata kuliah, mungkin yang paling menyedihkan adalah saat aku merasa begitu malas masuk kelas dan ingin bolos saja. Walaupun begitu, hati kecilku tetap meminta untuk segera bangkit dari kemalasan dan beranjak ke kampus, melakukan apa yang sudah seharusnya kulakukan. Tapi berbeda dengan mata kuliah yang satu ini. Ini bukan masalah mata kuliahnya. Ini masalah Nyonya Dosen yang membuat kami semua membenci mata kuliah ini.

November 21, 2016

Ketakutan yang dibutuhkan



21 November 2016

Aku ingat ayah pernah menyuruhku rajin belajar sambil menunjuk seorang perempuan yang bekerja di dalam sebuah balok kecil muat untuk hanya satu orang, di sebuah tempat yang pengap, bersama mobil-mobil yang terparkir. Kata ayah jangan malas belajar, kasihan kan mbak-mbak itu setiap hari kerja begini di tempat seperti ini. Memang benar. Lalu aku menjadi takut. Tapi tak lantas membuatku rajin belajar. Itu sekedar menakut-nakuti, hingga setiap saat ketika kulihat mbak-mbak SPG di sebuah department store dengan rok mini dan make up mereka yang seragam, aku takut jadi mereka dan harus berpakaian seperti mereka. Lalu ketika aku melihat seorang mbak-mbak yang jadi pembantu di usianya yang sangat muda, mungkin seumuran aku, aku menjadi takut dan bergidik ketika membayangkan diriku akan menjadi seperti dia jika tidak rajin belajar seperti kata ayah.

Manusia Abad 21


21 November 2016
 
Baru saja merampungkan membaca sebuah novel dalam waktu satu malam. Membaca seperti tidak bisa berhenti, membaca seperti candu sehingga tak bisa menghentikanku untuk membalik halaman demi halaman. Bahkan tidur sebentar hanya untuk bangun lagi dan membaca selembar demi selembar lagi. Hingga akhirnya kutamatkan bacaanku pagi ini. Bacaan yang membuatku bergumam betapa jeniusnya si penulis ini. Okky Madasari.

November 4, 2016

Kenapa Anak Muda?



3 November 2016 #bulanprojek

Hari ini sangat semangat karena pada jam-jam yang seharusnya kugunakan untuk mengerjakan proposal Bab 3, tapi malah kugunakan untuk memikirkan ide untuk stratup bussiness di Gerakan Nasional 1000 Startup. Aku sama sekali tidak punya keahlian yang berkaitan dengan IT, aku berpikir hanya karena yakin rasanya aku bisa kalau hanya diminta untuk mengumpulkan ide yang realistis. Gerakan itu seharusnya jadi tempat bagiku menemukan orang-orang ahli IT. Tapi, anyway.. aku sama sekali tidak memikirkan untuk lolos dalam gerakan tersebut, mengingat keahlian IT-ku yang nol besar dan diriku yang hanya berbekal kemampuan berangan-angan ini, apalah daya. Tapi apa salahnya ikutan mikir? Apa salahnya ikutan ngisi form pendaftaran, daripada cuman ongkang angkir mikirin Bab 3 yang kunjung rampung. Kegiatan isi-isi form yang setidaknya membantuku keluar dari aktivitas jenuh.

November 2, 2016

Si Kepala yang Mengepalai



1 November 2016 #bulanprojek

Hari ini bertemu dengan seorang teman lama yang sudah wisuda, sudah bukan mahasiswa strata satu lagi, sudah resmi jadi beban negara (walaupun selama ini setiap kepala memang selalu jadi beban negara), sudah jadi orang yang sibuk menganggur (kenyataan yang menyedihkan), sudah jadi orang yang kebanyakan habiskan waktu ongkang angking di kamar untuk sebar-sebar curriculum vitae ke berbagai perusahaan. Kami bicara soal keinginan dia menjadi volunteer di daerah terpencil sebagai tenaga profesional, menjadi volunteer yang sebenarnya dibayar juga, mengabdi pada masyarakat yang memang beneran butuh (alih-alih masyarakat kota yang kebanyakan pasokan tenaga profesional), melakukan segala sesuatu bersama warga daerah terpencil selama satu tahun, termasuk menimbang-nimbang segala resiko kulit jadi kusam, jerawatan, susah cari make up untuk perawatan, susah cari pembalut, susah sinyal, dan kemungkinan cinta lokasi dengan tenaga profesional yang lain (dalam kasus ini, dia bermimpi cinlok dengan dokter tampan).

October 20, 2016

Konsep Mau Tak Mau



15 Oktober 2016

Berangkat dari keinginan untuk enyah dari ketidakbergunaan yang dalam beberapa tahun kedepan berpotensi membawaku menjadi sumber sampah masyarakat, aku pun terdampar di sebuah leadership camp. Hanya berangkat dari ketidaknyamanan yang perlu didobrak untuk menciptakan kenyamanan-kenyamanan baru. Bangkit dari ketidakinginan untuk longak longok seperti gelandangan, bangun dari kejijikan terhadap kekopongan maksud dari berlembar-lembar proposal bab satu dan dua, menggeliat dari kesuraman suasana kampus termasuk dosen yang lebih suka sibuk belanja tas Channel daripada berjuling-juling merevisi kerjaan anak buahnya. Sebagai penghindaran dari kepungan atom negatif yang bergelantungan di langit Semarang.

Lihat Apa yang Akan Terjadi



14 Oktober 2016

Kupikir aku terlalu nyaman, saking nyamannya sampai lupa rasanya keluar dari ketidaknyamanan. Tidak sampai aku dapat telepon mendadak dari seseorang yang mengaku bernama Sonya, dengan suara super renyah memberi kabar dari ibu kota kalau aku adalah participant untuk sebuah leadership camp. Aku tidak kaget. Aku tau telepon semacam ini akan datang. Tadinya aku mau gegoleran saja di kamar sampai Oktober berakhir, atau mungkin sampai akhir tahun. Tapi si pemilik suara renyah itu mencegahku untuk melancarkan rencana prokrastinator ini.

July 18, 2016

What People Call for Living



16 Juli 2016

Hari ini kami ikut arisan sepeda motor dan halal bi halal. Bukan sebagai peserta, tapi sebagai sekumpulan anak muda yang ikut duduk dan menghabiskan makanan, lalu sok sokan ikut berkontribusi dengan membereskan serakan sampah yang bergelimpangan. Kami juga dengarkan ceramah yang bilang bahwa arisan tidak akan jadi arisan kalau tidak ada yang ingat dunia. Kalau tidak ada yang berharap besok hidup. 

July 16, 2016

Pengemis Biadab



15 Juli 2016

Hari ini ke Menara Kudus, berbondong-bondong dengan penghuni KKN desa sebelah, seperti turis nyasar. Yang istimewa bukan tentang menara Kudus, karena seperti kebanyakan wisata religi, datang, duduk dengan surat yasin, baca nyaring atau tidak, doa doa, lalu selesai. Yang istimewa adalah para pengemis yang mengemis seperti tukang palak terganas se-Indonesia Raya. Spesies pengemis yang belum pernah kutemukan di belahan bumi mana pun. Para turis yang baru merasakan kedamaian setelah baca doa-doa dari dalam Menara Kudus, mendadak jadi emosional setelah bertemu para pengemis biadab itu. Pengemis yang mepet-mepet, senggal-senggol, bicara bukan seperti mengemis tapi seperti tukang rampok menodong korbannya pilih harta atau nyawa. 

Bahasa Primitif



14 Juli 2016

Kami disambut terlalu baik, kami disuguhi minuman yang terlalu manis sampai kembung, kami dipersilakan dengan cemilan merk A sampai Z, lalu dipersilakan untuk terlibat dalam kegiatan halal bi halal salah satu perangkat desa. Anaknya lucu, loncat-loncat terlampau bahagia saat ayahnya datang bersama kami berbondong-bondong dan langsung minta peluk. Kami diajak bicara ini itu, pembicaraan tentangku masih seputar namaku yang sama dengan nama orkestra Pantura. Pembicaraan yang sebagian besar adalah pengulangan dari pembicaraan kami di pertemuan sebelumnya. Pembicaraan yang masih harus direspons dengan gelak tawa, karena apa kata dunia kalau kamu hanya merengut-rengut. Kami serempak memutuskan untuk cekikan, kesepakatan yang lahir dari bahasa tubuh masing-masing.

July 14, 2016

Lebaran Kupat



13 Juli 2016

Hari ini lebaran kupat. Mas Harun datang, membuat yang belum sepenuhnya ingin beraktivitas bergegas sempoyongan motoran ke musola terdekat. Kami bangun tidur dengan bayangan wangi-wangi kuah ketupat yang dibawa dalam baskom-baskom kecil dari warga seluruh penjuru Desa Kaliwungu. Tidak hanya membaca takbir, salawat, dan doa-doa, warga yang datang juga mendekap sesuatu berbungkus kain serupa kerudung segiempat yang kayaknya agak berat. Mereka bawa satu dua, lalu duduk di musola ikutan doa-doa sebelum bungkusan itu dibuka dan menyeruaklah wangi yang tadi kami bayang-bayangkan. Tadinya malu-malu, tapi melihat binar-binar dari ayam dan daging yang berenang-renang di kuah ketupatnya, kami lupa dunia, lupa ada di antara warga, dan yang diet lupa diet.

Jangan Lupa Punya Keluarga



12 Juli 2016

Terlalu banyak kebahagiaan. Terlalu banyak. Terlalu tumpah ruah sampai lupa rasanya untuk tidak berbahagia. Hari ini ayah datang dengan senyum senyum ceria dari om, tante, dan dua adik sepupu super ganteng. Mereka menjarah kamarku dengan ketawa nyaring, haha hihi, nongkrong di balkon sambil memandang gunung Ungaran. Hari penuh berkah selain hari raya beberapa hari yang lalu adalah hari ini. Mereka datang setelah sekian lama tidak saling bertemu, setelah sekian lama tidak mengenali wajah satu sama lain, setelah sekian lama adik sepupu yang tadinya tingginya hanya segini jadi tinggi segitu. 

June 28, 2016

Menulis untuk Ini



13 Ramadhan 1435 H

Aku ragu tapi aku menginginkannya. Aku berusaha menolak namun aku ingin menerimanya. Aku ingin menjauh tapi aku ingin didekati. Begitu menyedihkan namun terlalu membahagiakan. Sebuah janji pada diriku sendiri dan Yang Maha Kuasa. Sebuah janji di hari Jumat untuk tiga jumat selanjutnya di Bulan Ramadhan. Janji untuk membuat bulan ini suci, untuk mencuri semua pahala sampai kewalahan, dan untuk merasa terlalu produktif sampai tidak ada waktu untuk bernapas. Janjiku. Sebuah janji yang seharusnya tidak kulanggar. Tapi rupanya, janji pada Tuhan adalah janji yang paling sering kulanggar. Janji yang masa berlakunya hanya tiga puluh hari dan aku hampir kehabisan waktu. 

June 19, 2016

Biarkan Saja Mereka Lihat



10 Ramadhan 1435 H 

Tubuhku masih begitu muda namun begitu ringkih. Aku bahkan tidak menghabiskan lima putaran di stadion dengan berlari, tapi dengan 3 putaran lari dan 2 putaran jalan. Aku harus olahraga lebih teratur dan makan makanan sehat setiap hari. Dua hal yang sudah sejak lama jadi keinginanku namun hanya berakhir sebagai keinginan tanpa pernah melakukan apa pun mencapainya. Begitu menyedihkan tapi begitu menyenangkan. Dosa-dosa kecil pada diriku sendiri karena melanggar janji untuk hidup sehat, tapi begitu membahagiakan dan menyebalkan secara bersamaan.

Perjalanan untuk Merenung



9 Ramadhan 1437 H

Hari ini aku marah pada diriku sendiri. Aku menyesal karena dua tiga hari belakangan ini hanya bermalas-malasan, tidak melakukan apa pun. Tidak lagi fokus seperti hari-hari yang sempat kurasakan. Pikiranku melayang kemana-mana, kegiatan tidak tahu apa yang harus dilakukan dan mana yang seharusnya tidak dilakukan. Semuanya hilang fokus, tanpa arah sehingga pasif. Tenagaku habis hanya karena tidur-tiduran sambi main handphone. Lalu kuputuskan untuk melakukan perjalanan singkat dengan diriku sendiri.

June 14, 2016

Dia yang Datang dan Pergi



8 Ramadhan 1437 H

Malam itu ia bicara tentang alasan kenapa kubiarkan ia mendekatiku hingga sejauh ini. Dari satu dua tiga lelaki yang mendekat. Aku tidak bisa menjawab. Seharusnya jawabannya hanya sesederhana karena aku menikmati didekati kamu. Sampai sekarang pun. Mungkin aku bisa dekat dengan si X Y Z, tapi ketika aku tidak menikmati kedekatan itu, responsku tidak akan membuat mereka bertahan lama. Satu per satu dari mereka akan gugur lalu hilang tak berbekas, tapi aku tidak menyesal karena aku memang tidak menaruh minat. Mungkin ada si X yang bertahan lama sekali, sungguh lama, (entah berapa perempuan yang didekatinya selama itu) aku bahkan sudah diculik ke hadapan orang tuanya, ia sudah ceritakan segala sesuatu tentang keluarganya, tapi akhirnya ia tidak bertahan dan menghilang dengan yang lain.

Selupa-Lupanya Mengingat



7 Ramadhan 1437 H

Malam itu aku tarawih, di sebelah seorang remaja yang grak gruk grak gruk sepanjang solat karena pilek. Dua orang remaja, bersebelahan yang datang terlambat saat solat Isya dan pulang terlebih dahulu sebelum witir. Aku ingat dulu mungkin ketika seusia dia, aku pernah menghasilkan suara grak gruk serupa yang membuat siapa pun di sebelahku terganggu. Aku terlalu mudah terserang pilek sampai setiap Ramadhan rasanya aku punya malam solat tarawih yang membuatku ber-grak gruk sambil menahan lelehan ingus jatuh ke mukenaku. Aku tidak bilang setelah beranjak ke usia dewasa awal daya tahan tubuhku semakin bagus, tapi beberapa Ramadhan terakhir, mukenaku aman dari kekhawatira ingus yang meleleh.

Berhenti Bertanya-Tanya



6 Ramadhan 1437 H

Hari ini bunga-bunga itu bermekaran lagi. Tetesan air yang menyuburkan dan menyehatkan, membuat si bunga-bungaan tumbuh sesuka hati mereka sampai si empunya terpapar keindahan bunganya terlalu sering. Hari ini si empunya pergi bersama bunganya, dari sore hingga malam. Dari obrolan sehat jogging di Stadion, sampai obrolan tentang nggak papa suka sama brondong di Fifty Fifty. Dari obrolan si mantan gebetan yang sudah punya pacar, sampai permintaan untuk lahiran normal (entah anak siapa yang kami bicarakan).

Rumahku Begitu Dekat



5 Ramadhan 1437 H

Hari ini giliran buka bersama saudara satu daerah. Menyempatkan diri untuk singgah di asrama setelah rapat yang cukup menguras pikiran. Kebahagiaan lainnya, terpujilah Allah Tuhan semesta alam yang menciptakan waktu makan untuk beberapa kepala berkumpul lalu tertawa-tawa terlampau bahagia. Maha Suci Allah yang menciptakan bulan Ramadhan untuk orang-orang yang tidak punya waktu berkumpul untuk sekedar makan, lalu jadi bisa makan bersama. Menyempatkan waktu, saling mengenal, didatangi kebahagiaan tanpa perlu mencari. Antusias terhadap banyak hal, menyambut yang akan datang dengan suka cita, lalu membahas dengan suka cita lagi. 

June 12, 2016

Because It Contains Happiness



4 Ramadhan 1437 H

Hingga hari keempat puasa ini, aku selalu menghabiskan waktu buka puasa bersama teman-teman. Kebersamaan bersama orang-orang yang tadinya asing, kebersamaanya yang tidak pernah kusadari bisa semembahagiakan ini. Aku tidak pernah tahu bahwa sekedar perbincangan sederhana selepas berbuka, lalu tertawa seperti orang gila, akan membuat entah apa pun itu yang berdegup di dalam diriku, melompat lebih tinggi seperti overdosis pil kebahagiaan. 

June 11, 2016

Potensi Bibit Lamaku



3 Ramadhan 1437 H

Khatib tarawih malam ini, tidak semembosankan khotib tadi malam. Isi ceramahnya lebih menarik perhatianku daripada isi ceramah khotib malam sebelumnya. Ia bicara tentang potensi dan kemampuan. Dua kata itu. Diulang-ulang dari awal sampai akhir, dari pembuka sampai penutup. Aku tidak paham maksudnya sampai ia tiba pada kalimat tentang kecerdasan intelektual, spiritual, dan emosional. Aku baru mengerti ketika ia tiba pada penjelasan tentang menuntut ilmu sampai negeri Cina dan tingkatan taqwa orang-orang yang berilmu. Intinya bukan sekedar tentang ajakan menimba ilmu lalu hasil timbaan itu digunakan untuk hal-hal yang memberi manfaat. Tapi tentang menumbuh suburkan apa yang sudah ada di dalam diri setiap ubun-ubun. 

June 8, 2016

Menjadi Tua dan Ketidakterbatasan



2 Ramadhan 1437 H

Tarawih. Seperti malam-malam Ramadhan lainnya. Berjumpa dengan orang-orang, jalan dari kosan ke masjid, memburu pahala yang tidak ada di hari lain, duduk mendengarkan ceramah yang setiap tahun selalu kudengar. Isinya serupa, mirip, intinya sama: mengajak pada kebaikan, mengingatkan untuk tadarus, solat sunah, sedekah dan amalan-amalan lainnya. Tapi aku bosan, perhatianku teralih pada seorang nenek di sebelahku. Tubuhnya diselimuti mukena putih, namun aku bisa melihat nadi-nadi yang menyembul dari tangannya. Diam-diam kuamati wajahnya yang mungkin 40 tahun lebih tua dariku. Tanpa sadar aku tersenyum. Tangan dan wajahku. . akan menjadi seperti miliknya.

Mengapa Bertanya?



1 Ramadhan 1437 H

Hari pertama puasa tidak panas, tapi hujan. Deras sekali. Orang-orang itu berteduh di bawah jembatan. Berjejer seperti itu adalah tempat berteduh yang paling menyenangkan, memarkir kendaraan sambil melihat orang yang lalu lalang dengan jas hujan mereka. Lalu aku bertanya, mengapa mereka tidak bawa jas hujan? Mengapa dari sekian banyak tempat berteduh mereka memilih bawah jembatan? Tapi kemudian aku berhenti bertanya-tanya. Tersadar bahwa aku juga bagian dari orang-orang yang dipertanyakan oleh orang lain. Tersadar bahwa dari sekian hal yang aku mengerti, ada sekian hal di luar sana yang tidak kumengerti. Tersadar bahwa hal yang sangat masuk akal bagiku mungkin tidak bagi orang lain. Dan aku adalah bagian dari tanda tanya itu. Bagian dari sekumpulan orang yang seragam, orang yang sama-sama lalu lalang di jalanan dengan jas hujan dan kaca helm yang tertimpa titik hujan bertubi-tubi. 

May 15, 2016

Forgiving


Aku pikir aku mengerti, ternyata tidak sama sekali. Aku pikir aku bisa bertanya lalu mengobservasi dan mengerti segalanya, tapi ternyata tidak sama sekali. Aku berusaha, pura-pura bijak, tidak men-judge, mendengarkan dengan tidak sekedar mendengar, namun rupanya aku tidak mengerti juga. Terkadang aku membangun tembok empati yang ketinggian agar bisa membayangkan menjadi dirinya, tapi aku takut bayanganku dibilang sok tau, jadi kuputuskan untuk benar-benar tidak mengerti. Aku ingin berpikir dengan caranya berpikir, namun aku tidak tahu caranya mewujudkan keinginan tersebut kecuali isi kepala kami benar-benar ditukar. Aku ingin merasakan seperti caranya merasa, melihat orang lain seperti caranya melihat, tapi sama saja, aku tidak dapat benar-benar mengalaminya kecuali perasaan dan pandangan kami ditukar.

February 21, 2016

Atas Nama Sistem

Pertanyaan selanjutnya yang perlu dijawab adalah apakah tujuan perguruan tinggi didirikan? Apakah sekedar untuk melahirkan pekerja, profesional ataukah juga menjadi sebuah instutusi yang menjadi pusat gerakan, tempat untuk menempa calon-calon intelektual, para kreator, pembaharu, dan penyemai agen-agen perubahan? Realitas yang terjadi adalah perguruan tinggi sibuk mencetak tukang, reparator, kelompok mediokre (tanggung). Perguruan tinggi teknik, seperti ITB mencetak tukang insinyur. Universitas eks IKIP menghasilkan tukang mengajar, bukan guru intelektual.

 -Bambang Wisudo, aktivis Sekolah Tanpa Batas-

February 20, 2016

Pranikah

Semester enam, semester ini aku mendapatkan pendidikan pra nikah. Psikologi keluarga dan psikologi seks. Saling melengkapi, saling memperkaya bayangan-bayangan tidak terbayangkan tentang pernikahan. Terutama psikologi keluarga. 7 sks, dari pukul 8 hingga setengah 2, pembicaraannya hanya tentang keluarga dan segala tetek bengeknya. Tentang betapa membahagiakannya menikah, punya anak, mendidik anak, dan mempertahankan pernikahan. Tidak terlalu berharap banyak dari mata kuliah ini. Secara tidak sadar, penyangkalan-penyangkalan tentang kebahagiaan dan manfaat pernikahan tetap berlarian di kepalaku. Apa yang disampaikan Pak Imam di depan kelas hanya aku beri anggukan lalu cengiran ragu dan tawa hasil ikut-ikutan dari teman-teman. Bilang aku skeptis. Silakan. Mungkin aku memang skeptis. 

February 19, 2016

20

Tadinya ada yang berjanji tapi mengingkari, janji pada diri sendiri padahal. Lain dengan janji kepada orang lain. Entah mengapa orang yang ini merasa lebih baik menyakiti dirinya sendiri daripada menyakiti orang lain. Mungkin pikirnya, karena lebih mudah minta maaf pada diri sendiri daripada minta maaf pada orang lain. Orang ini pun beranjak tua. Bukan, bukan dewasa. Belum dewasa. Ia masih kekanakan, usianya 20, tapi rasanya ia masih 11 tahun. Karena ia masih seenaknya melanggar apa yang ia buat sendiri, membuat janji-janji baru hanya untuk dilanggar lagi, begitu seterusnya hingga tak terasa 12 bulan lagi ia akan berusia 21. Lalu terulang lagi hingga ia 22 tahun dan seterusnya. Lucu. Tentu saja ia tidak mau seperti itu sepanjang hidupnya. Ia hanya tidak tahu harus mulai kapan. 

January 23, 2016

Pertimbangan Jadi PNS

Aku ingin jujur. Minggu pertama magangku menyedihkan. Lebih menyedihkan daripada aku harus tinggal di rumah guling-guling di kasur dari pagi sampai pagi lagi. Sama sekali tidak mengharapkan apa pun dari magang ini. Tapi sama sekali tidak terpikir bahwa selama seminggu dari hanya tiga minggu magangku, hanya diisi dengan menyusun dan membagi sertifikat pelatihan untuk semua karyawan rumah sakit. Menyedihkan karena untuk melakukan hal-hal tidak berguna ini, aku harus bayar 150 ribu (yang awalnya malah disuruh bayar 500 ribu plus biasa pembimbing 150 ribu, ternyata si ibu yang menginfokan, punya sedikit masalah dalam melihat angka-angka terkait tarif semacam ini). Tapi selama seminggu ini, aku berhasi menyimpulkan beberapa hal. 

January 17, 2016

Tidak Ada Intinya


Kalista, Sophi, Salsa, Lianda dan Raisa. Empat dari lima manusia itu sudah menjadi gadis, satu lagi masih kecebong yang menggeliat di genangan air. Gadis-gadis itu berkumpul pada Sabtu malam, sebelum dikalahkan waktu pada Minggu, karena salah satu dari mereka akan kembali pergi ke perantauan di kota kabupaten. Kami diantar seorang om yang sudah kami anggap sebagai ayah sendiri. Seorang om yang rela melaju sekian belas kilometer untuk mengantar jemput gadis-gadis yang ingin gaul ketawa ketiwi itu. Seorang om yang sejak 19 tahun yang lalu sudah sering mengajak naik monyet-monyetan yang bergoyang-goyang dan mengambung-ambung tubuh mungil keponakannya ke angkasa. Ya, kami diantar jemput om itu. Pesan segala macam pizza, green tea banana, green tea lychee, segala macam rupa, dengan gratis. Dialah laki-laki ke dua setelah ayah yang paling kusayang. Lianda bahkan ingin menjadi pacarnya.

Aku akan membicarakan tentang om itu.. 

January 11, 2016

Aku Ingat Hari Ini Senin



Pagi ini tampak lebih menyegarkan dari pada pagi pagi yang lain. Rupanya hari ini Senin. Hanya tiga hari sebelum terbang ke pulau seberang untuk kembali bersama separuh hati yang tercecer di sana, separuh kebahagiaan yang tertinggal di sana. Tanpa sengaja, tidak disengaja, hanya saja aku selalu lupa membawa separuh hati dan kebahagiaanku dari tempat itu. Lupa bahwa kebahagiaan itu seharusnya seratus persen sehingga tidak ada ruang untuk rasa rindu yang lebih sering menyiksa daripada membahagiakan.

January 5, 2016

2016


Hidup bukan tentang seberapa banyak pundi-pundi di saku celana dan baju. Bukan pula tentang seberapa banyak orang yang dijadikan teman hanya untuk ditinggal pergi. Apalagi tentang menginjak kepala orang lain yang belum tentu lebih hina dari yang menginjak kepala.

Hampir dua puluh tahun, hidup seorang gadis sudah berlangsung sejauh itu, tapi bisa saja ia egois lalu bilang seenaknya hidupnya sia-sia. Bisa saja ia sombong, lalu berhenti memberi nilai pada hidup. Pikiran-pikiran seenaknya berkeliaran seperti id yang selalu berkonflik dengan superego. Maka dari itu, tahun ini, gadis hampir dua puluh tahun itu, memutuskan untuk berkongkalikong dengan ego-nya untuk mendamaikan id dan superego. Jari-jarinya berlarian, menuliskan kata-kata di bawah ini..