3 Ramadhan 1437 H
Khatib tarawih
malam ini, tidak semembosankan khotib tadi malam. Isi ceramahnya lebih menarik
perhatianku daripada isi ceramah khotib malam sebelumnya. Ia bicara tentang
potensi dan kemampuan. Dua kata itu. Diulang-ulang dari awal sampai akhir, dari
pembuka sampai penutup. Aku tidak paham maksudnya sampai ia tiba pada kalimat
tentang kecerdasan intelektual, spiritual, dan emosional. Aku baru mengerti
ketika ia tiba pada penjelasan tentang menuntut ilmu sampai negeri Cina dan tingkatan
taqwa orang-orang yang berilmu. Intinya bukan sekedar tentang ajakan menimba
ilmu lalu hasil timbaan itu digunakan untuk hal-hal yang memberi manfaat. Tapi tentang
menumbuh suburkan apa yang sudah ada di dalam diri setiap ubun-ubun.
Sang
khotib membuatku sadar tentang keberadaan sebuah bibit mungil yang menari-nari
di dalam diriku. Tentang kebutuhan bibit itu terhadap air dan sinar matahari
agar dapat tumbuh sehat dan kuat. Tentang cinta dan kasih sayang yang membuat
si bibit mempertahankan tariannya hingga dewasa. Mungkin kebanyakan orang
berburu mencari bibit, tidak sadar mereka sudah punya satu, tapi mereka tetap
mencari dan menemukan bibit-bibit yang lain, tanpa mereka sadar bahwa harus
merawat si bibit. Pada akhirnya, mereka kepenuhan bibit, tertimbun bibit yang
layu lalu perlahan mati muda. Apakah orang-orang terlalu pesimis dengan
kemampuan si bibit satu sehingga mereka terus mencari? Ataukah mereka meragukan
sumber air dan matahari yang dapat mereka sodorkan untuk si bibit? Oh mungkin
bukan ragu. Hanya terlalu malas. Penyakit nomor wahid yang membuat negara
berkembang tetaplah berkembang sampai jadi taman raya yang banyak kembangnya.
Intinya bukan
seberapa banyak bibit yang ditanam, tapi tentang seberapa telaten si bibit itu
dirawat. Allah bahkan mengajak umatnya untuk merawat si bibit sampai tumbuh
dewasa, beranak pinak hingga ke negeri Cina. Bukan tentang “aku bisa masak
sambil main gitar dan kayang lho” tapi tentang “aku bisa masak A sampai Z
dengan cita rasa yang nikmat dan membahagiakan lho.” Atau tentang “aku bisa
berkarya lewat tulisan yang berkualitas dan membuat candu pembacaku lho.” Pada akhirnya
orang yang menumbuhkembangkan potensinya adalah orang yang bisa loncat hingga
ke anak tangga teratas. Orang-orang yang membangun tangga mereka sendiri dengan
potensi plus kemampuan yang menghasilkan ilmu tersebut. Tanpa sadar, mereka
melaju begitu cepat, terlalu cepat bahkan sebelum mereka menyadari bahwa Allah
sudah mengangkat mereka hingga derajat yang tinggi.
Lalu aku
bergumam. Kenapa aku sibuk melakukan A B C tanpa tahu keberilmuan apa yang kuperoleh
dari melakukan tiga alfabet itu? Kenapa kusimpan sendiri keindahan bibit yang
kutanam apabila kebahagiaannya bisa menular pada orang lain, sehingga membuat
tangga-tanggaku semakin tinggi? Jawabannya.. aku terlalu sibuk. Terlalu sibuk
sehingga tidak menyadari bahwa aku
sibuk. Terlau sibuk mencari sampai tidak menyadari
apa yang sudah kudapatkan. Mungkin jika kusempatkan sedikit saja waktu
untuk duduk tenang dan menjadi sadar, tenagaku tidak akan habis hanya untuk
mencari yang baru. Karena aku sadar, aku punya bibit-bibit lama yang butuh
tenagaku lebih dari bibit-bibit baru mana pun.
Wow..very deepest meaning! Such a beautiful words to express
ReplyDelete