June 11, 2016

Potensi Bibit Lamaku



3 Ramadhan 1437 H

Khatib tarawih malam ini, tidak semembosankan khotib tadi malam. Isi ceramahnya lebih menarik perhatianku daripada isi ceramah khotib malam sebelumnya. Ia bicara tentang potensi dan kemampuan. Dua kata itu. Diulang-ulang dari awal sampai akhir, dari pembuka sampai penutup. Aku tidak paham maksudnya sampai ia tiba pada kalimat tentang kecerdasan intelektual, spiritual, dan emosional. Aku baru mengerti ketika ia tiba pada penjelasan tentang menuntut ilmu sampai negeri Cina dan tingkatan taqwa orang-orang yang berilmu. Intinya bukan sekedar tentang ajakan menimba ilmu lalu hasil timbaan itu digunakan untuk hal-hal yang memberi manfaat. Tapi tentang menumbuh suburkan apa yang sudah ada di dalam diri setiap ubun-ubun. 

Sang khotib membuatku sadar tentang keberadaan sebuah bibit mungil yang menari-nari di dalam diriku. Tentang kebutuhan bibit itu terhadap air dan sinar matahari agar dapat tumbuh sehat dan kuat. Tentang cinta dan kasih sayang yang membuat si bibit mempertahankan tariannya hingga dewasa. Mungkin kebanyakan orang berburu mencari bibit, tidak sadar mereka sudah punya satu, tapi mereka tetap mencari dan menemukan bibit-bibit yang lain, tanpa mereka sadar bahwa harus merawat si bibit. Pada akhirnya, mereka kepenuhan bibit, tertimbun bibit yang layu lalu perlahan mati muda. Apakah orang-orang terlalu pesimis dengan kemampuan si bibit satu sehingga mereka terus mencari? Ataukah mereka meragukan sumber air dan matahari yang dapat mereka sodorkan untuk si bibit? Oh mungkin bukan ragu. Hanya terlalu malas. Penyakit nomor wahid yang membuat negara berkembang tetaplah berkembang sampai jadi taman raya yang banyak kembangnya. 

Intinya bukan seberapa banyak bibit yang ditanam, tapi tentang seberapa telaten si bibit itu dirawat. Allah bahkan mengajak umatnya untuk merawat si bibit sampai tumbuh dewasa, beranak pinak hingga ke negeri Cina. Bukan tentang “aku bisa masak sambil main gitar dan kayang lho” tapi tentang “aku bisa masak A sampai Z dengan cita rasa yang nikmat dan membahagiakan lho.” Atau tentang “aku bisa berkarya lewat tulisan yang berkualitas dan membuat candu pembacaku lho.” Pada akhirnya orang yang menumbuhkembangkan potensinya adalah orang yang bisa loncat hingga ke anak tangga teratas. Orang-orang yang membangun tangga mereka sendiri dengan potensi plus kemampuan yang menghasilkan ilmu tersebut. Tanpa sadar, mereka melaju begitu cepat, terlalu cepat bahkan sebelum mereka menyadari bahwa Allah sudah mengangkat mereka hingga derajat yang tinggi. 

Lalu aku bergumam. Kenapa aku sibuk melakukan A B C tanpa tahu keberilmuan apa yang kuperoleh dari melakukan tiga alfabet itu? Kenapa kusimpan sendiri keindahan bibit yang kutanam apabila kebahagiaannya bisa menular pada orang lain, sehingga membuat tangga-tanggaku semakin tinggi? Jawabannya.. aku terlalu sibuk. Terlalu sibuk sehingga tidak menyadari bahwa aku sibuk. Terlau sibuk mencari sampai tidak menyadari apa yang sudah kudapatkan. Mungkin jika kusempatkan sedikit saja waktu untuk duduk tenang dan menjadi sadar, tenagaku tidak akan habis hanya untuk mencari yang baru. Karena aku sadar, aku punya bibit-bibit lama yang butuh tenagaku lebih dari bibit-bibit baru mana pun.
Share:

1 comment:

  1. Wow..very deepest meaning! Such a beautiful words to express

    ReplyDelete