June 19, 2016

Perjalanan untuk Merenung



9 Ramadhan 1437 H

Hari ini aku marah pada diriku sendiri. Aku menyesal karena dua tiga hari belakangan ini hanya bermalas-malasan, tidak melakukan apa pun. Tidak lagi fokus seperti hari-hari yang sempat kurasakan. Pikiranku melayang kemana-mana, kegiatan tidak tahu apa yang harus dilakukan dan mana yang seharusnya tidak dilakukan. Semuanya hilang fokus, tanpa arah sehingga pasif. Tenagaku habis hanya karena tidur-tiduran sambi main handphone. Lalu kuputuskan untuk melakukan perjalanan singkat dengan diriku sendiri.

Aku mengendarai sepeda motor tanpa arah dan tujuan sambil mengatakan hal-hal yang membuatku marah pada diriku sendiri. Mengatakan hal-hal yang membuat diriku sendiri seperti orang yang paling bodoh dan sia-sia di dunia. Kubuat diriku sendiri sadar akan kesalahan. Aku bilang bahwa aku akan jadi orang paling sia-sia di muka bumi apabila aku tidak mulai memberi fokus pada setiap hal yang kulakukan. Kubilang juga bahwa orang lain dan dunia tidak membutuhkan keberadaan orang-orang yang bermalasan karena mereka hanya menumpuk menjadi sampah. Indonesia Raya sudah terlalu penuh dan kehadiranku hanya membawa keterpurukan untuk peringkat kemakmuran negara ini jika tetap malas. Konsumsiku terhadap sandang, pangan dan papan hanya membuat limbah dan menghabis-habiskan kekayaan SDA negara ini jika tiduran sambil main handphone masih jadi kegiatan favoritku. Orang-orang semacam aku harus dibasmi atau dibuang saja ke laut, mengambang bersama limbah anorganik. Kukutuk diriku sendiri sampai ciut seciut-ciutnya.

Aku bilang bahwa masa depanku adalah apa yang kulakukan saat ini. Kubilang usiaku 20 tahun 4 bulan dan belum melakukan apa-apa untuk meraih cita-citaku. Aku bilang pada diriku sendiri, aku tidak ingin jadi orang tua yang bilang pada anaku untuk jangan jadi seperti diriku karena dulu masa mudaku tidak kumanfaatkan dengan baik. Aku tidak ingin jadi orang tua yang masih berandai-andai meraih cita-cita yang sudah jauh ketinggalan di belakang masa muda. Aku tidak ingin jadi orang tua yang menitipkan cita-citaku untuk anak-anakku, lalu membuat beban besar di pundak mereka. Aku tidak ingin membuat diriku terlihat begitu menyedihkan sampai anak cucuku harus mengasihaniku. Aku tidak ingin menyerah hanya karena waktu yang membuatku menyerah. Aku tidak ingin kalah hanya karena rambut putih dan keriput menggerayangi wajahku. Aku tidak ingin jadi orang tua yang mengemis-ngemis hanya karena dijajah kemalasan. 

Aku berhenti dari perjalanan penuh renunngan itu dengan sebuah tekat. Kuingatkan diriku bahwa aku punya 8 bulan lagi sebelum berusia 21 tahun. Sebelum kepala yang sudah terlanjur dua ini bertambah satu anaknya. Sebelum bulan ini terlanjur jadi bulan depan, sebelum minggu ini terlanjur jadi minggu depan, dan sebelum hari ini jadi besok. Sebelum masa muda menjadi masa tua, sebelum kehidupan jadi kematian. Sebuah tekat yang hanya kuceritakan pada Tuhan dan kupercayakan pada-Nya untuk menjaganya untukku.
Share:

1 comment: