June 28, 2016

Menulis untuk Ini



13 Ramadhan 1435 H

Aku ragu tapi aku menginginkannya. Aku berusaha menolak namun aku ingin menerimanya. Aku ingin menjauh tapi aku ingin didekati. Begitu menyedihkan namun terlalu membahagiakan. Sebuah janji pada diriku sendiri dan Yang Maha Kuasa. Sebuah janji di hari Jumat untuk tiga jumat selanjutnya di Bulan Ramadhan. Janji untuk membuat bulan ini suci, untuk mencuri semua pahala sampai kewalahan, dan untuk merasa terlalu produktif sampai tidak ada waktu untuk bernapas. Janjiku. Sebuah janji yang seharusnya tidak kulanggar. Tapi rupanya, janji pada Tuhan adalah janji yang paling sering kulanggar. Janji yang masa berlakunya hanya tiga puluh hari dan aku hampir kehabisan waktu. 

June 19, 2016

Biarkan Saja Mereka Lihat



10 Ramadhan 1435 H 

Tubuhku masih begitu muda namun begitu ringkih. Aku bahkan tidak menghabiskan lima putaran di stadion dengan berlari, tapi dengan 3 putaran lari dan 2 putaran jalan. Aku harus olahraga lebih teratur dan makan makanan sehat setiap hari. Dua hal yang sudah sejak lama jadi keinginanku namun hanya berakhir sebagai keinginan tanpa pernah melakukan apa pun mencapainya. Begitu menyedihkan tapi begitu menyenangkan. Dosa-dosa kecil pada diriku sendiri karena melanggar janji untuk hidup sehat, tapi begitu membahagiakan dan menyebalkan secara bersamaan.

Perjalanan untuk Merenung



9 Ramadhan 1437 H

Hari ini aku marah pada diriku sendiri. Aku menyesal karena dua tiga hari belakangan ini hanya bermalas-malasan, tidak melakukan apa pun. Tidak lagi fokus seperti hari-hari yang sempat kurasakan. Pikiranku melayang kemana-mana, kegiatan tidak tahu apa yang harus dilakukan dan mana yang seharusnya tidak dilakukan. Semuanya hilang fokus, tanpa arah sehingga pasif. Tenagaku habis hanya karena tidur-tiduran sambi main handphone. Lalu kuputuskan untuk melakukan perjalanan singkat dengan diriku sendiri.

June 14, 2016

Dia yang Datang dan Pergi



8 Ramadhan 1437 H

Malam itu ia bicara tentang alasan kenapa kubiarkan ia mendekatiku hingga sejauh ini. Dari satu dua tiga lelaki yang mendekat. Aku tidak bisa menjawab. Seharusnya jawabannya hanya sesederhana karena aku menikmati didekati kamu. Sampai sekarang pun. Mungkin aku bisa dekat dengan si X Y Z, tapi ketika aku tidak menikmati kedekatan itu, responsku tidak akan membuat mereka bertahan lama. Satu per satu dari mereka akan gugur lalu hilang tak berbekas, tapi aku tidak menyesal karena aku memang tidak menaruh minat. Mungkin ada si X yang bertahan lama sekali, sungguh lama, (entah berapa perempuan yang didekatinya selama itu) aku bahkan sudah diculik ke hadapan orang tuanya, ia sudah ceritakan segala sesuatu tentang keluarganya, tapi akhirnya ia tidak bertahan dan menghilang dengan yang lain.

Selupa-Lupanya Mengingat



7 Ramadhan 1437 H

Malam itu aku tarawih, di sebelah seorang remaja yang grak gruk grak gruk sepanjang solat karena pilek. Dua orang remaja, bersebelahan yang datang terlambat saat solat Isya dan pulang terlebih dahulu sebelum witir. Aku ingat dulu mungkin ketika seusia dia, aku pernah menghasilkan suara grak gruk serupa yang membuat siapa pun di sebelahku terganggu. Aku terlalu mudah terserang pilek sampai setiap Ramadhan rasanya aku punya malam solat tarawih yang membuatku ber-grak gruk sambil menahan lelehan ingus jatuh ke mukenaku. Aku tidak bilang setelah beranjak ke usia dewasa awal daya tahan tubuhku semakin bagus, tapi beberapa Ramadhan terakhir, mukenaku aman dari kekhawatira ingus yang meleleh.

Berhenti Bertanya-Tanya



6 Ramadhan 1437 H

Hari ini bunga-bunga itu bermekaran lagi. Tetesan air yang menyuburkan dan menyehatkan, membuat si bunga-bungaan tumbuh sesuka hati mereka sampai si empunya terpapar keindahan bunganya terlalu sering. Hari ini si empunya pergi bersama bunganya, dari sore hingga malam. Dari obrolan sehat jogging di Stadion, sampai obrolan tentang nggak papa suka sama brondong di Fifty Fifty. Dari obrolan si mantan gebetan yang sudah punya pacar, sampai permintaan untuk lahiran normal (entah anak siapa yang kami bicarakan).

Rumahku Begitu Dekat



5 Ramadhan 1437 H

Hari ini giliran buka bersama saudara satu daerah. Menyempatkan diri untuk singgah di asrama setelah rapat yang cukup menguras pikiran. Kebahagiaan lainnya, terpujilah Allah Tuhan semesta alam yang menciptakan waktu makan untuk beberapa kepala berkumpul lalu tertawa-tawa terlampau bahagia. Maha Suci Allah yang menciptakan bulan Ramadhan untuk orang-orang yang tidak punya waktu berkumpul untuk sekedar makan, lalu jadi bisa makan bersama. Menyempatkan waktu, saling mengenal, didatangi kebahagiaan tanpa perlu mencari. Antusias terhadap banyak hal, menyambut yang akan datang dengan suka cita, lalu membahas dengan suka cita lagi. 

June 12, 2016

Because It Contains Happiness



4 Ramadhan 1437 H

Hingga hari keempat puasa ini, aku selalu menghabiskan waktu buka puasa bersama teman-teman. Kebersamaan bersama orang-orang yang tadinya asing, kebersamaanya yang tidak pernah kusadari bisa semembahagiakan ini. Aku tidak pernah tahu bahwa sekedar perbincangan sederhana selepas berbuka, lalu tertawa seperti orang gila, akan membuat entah apa pun itu yang berdegup di dalam diriku, melompat lebih tinggi seperti overdosis pil kebahagiaan. 

June 11, 2016

Potensi Bibit Lamaku



3 Ramadhan 1437 H

Khatib tarawih malam ini, tidak semembosankan khotib tadi malam. Isi ceramahnya lebih menarik perhatianku daripada isi ceramah khotib malam sebelumnya. Ia bicara tentang potensi dan kemampuan. Dua kata itu. Diulang-ulang dari awal sampai akhir, dari pembuka sampai penutup. Aku tidak paham maksudnya sampai ia tiba pada kalimat tentang kecerdasan intelektual, spiritual, dan emosional. Aku baru mengerti ketika ia tiba pada penjelasan tentang menuntut ilmu sampai negeri Cina dan tingkatan taqwa orang-orang yang berilmu. Intinya bukan sekedar tentang ajakan menimba ilmu lalu hasil timbaan itu digunakan untuk hal-hal yang memberi manfaat. Tapi tentang menumbuh suburkan apa yang sudah ada di dalam diri setiap ubun-ubun. 

June 8, 2016

Menjadi Tua dan Ketidakterbatasan



2 Ramadhan 1437 H

Tarawih. Seperti malam-malam Ramadhan lainnya. Berjumpa dengan orang-orang, jalan dari kosan ke masjid, memburu pahala yang tidak ada di hari lain, duduk mendengarkan ceramah yang setiap tahun selalu kudengar. Isinya serupa, mirip, intinya sama: mengajak pada kebaikan, mengingatkan untuk tadarus, solat sunah, sedekah dan amalan-amalan lainnya. Tapi aku bosan, perhatianku teralih pada seorang nenek di sebelahku. Tubuhnya diselimuti mukena putih, namun aku bisa melihat nadi-nadi yang menyembul dari tangannya. Diam-diam kuamati wajahnya yang mungkin 40 tahun lebih tua dariku. Tanpa sadar aku tersenyum. Tangan dan wajahku. . akan menjadi seperti miliknya.

Mengapa Bertanya?



1 Ramadhan 1437 H

Hari pertama puasa tidak panas, tapi hujan. Deras sekali. Orang-orang itu berteduh di bawah jembatan. Berjejer seperti itu adalah tempat berteduh yang paling menyenangkan, memarkir kendaraan sambil melihat orang yang lalu lalang dengan jas hujan mereka. Lalu aku bertanya, mengapa mereka tidak bawa jas hujan? Mengapa dari sekian banyak tempat berteduh mereka memilih bawah jembatan? Tapi kemudian aku berhenti bertanya-tanya. Tersadar bahwa aku juga bagian dari orang-orang yang dipertanyakan oleh orang lain. Tersadar bahwa dari sekian hal yang aku mengerti, ada sekian hal di luar sana yang tidak kumengerti. Tersadar bahwa hal yang sangat masuk akal bagiku mungkin tidak bagi orang lain. Dan aku adalah bagian dari tanda tanya itu. Bagian dari sekumpulan orang yang seragam, orang yang sama-sama lalu lalang di jalanan dengan jas hujan dan kaca helm yang tertimpa titik hujan bertubi-tubi.