December 31, 2015

Year End Posting


Udah mau tahun baru lagi aja. Waktu yang larinya kecepetan atau aku yang engga lari-lari? Last year new year eve, rame-rame nongkrong sama ayah sama Opi di Simpang Lima. Dua tahun lalu, tahun baruan di kosan sendiri like.. literally dan itu mati lampu. Tahun baruan kali ini almost exactly the same kayak dua tahun lalu. Cuman bedanya ini lagi engga mati lampu aja. Tahun baru, engga tau suppose to be happy atau sedih atau in between. Tapi engga ngerasa apa-apa. Oke, karna I'm sick of ngegombalin diri sendiri tentang resolusi-resolusi yang cuman anget di awal dan finally menguap in a month. 

December 11, 2015

Senang Saja


Gojek. Akhir-akhir ini aku selalu menikmati mengamati para pengemudi Gojek yang sering lalu lalang di Tembalang dan sekitarnya. Bahkan tadi sore, seorang pengemudi Gojek, mampir di Hangiri Sushi membeli pesanan untuk pelanggannya. Menghitung lembar demi lembar duit lecek yang keluar satu per satu dari kantong jaket Gojeknya. Bapak itu harusnya lelah. Tapi ia tidak membuat orang yang melihatnya ikut lelah. Ia membuatku nyengir (percayalah aku mengetik sambil nyengir). Harusnya bapak itu kepayahan, mungkin ia sudah mondar mandir berbagai tempat. Entah ia sudah makan apa belum. 

December 5, 2015

Si Satu yang Mengajarkan


Lalu bagaimana dengan nasib satu yang sudah hampir digantikan oleh dua? Nasib satu yang akan segera ditinggalkan si empunya, setelah sepuluh tahun bersama? Satu pasti sangat bahagia selama ini. Ia bahkan membawa si empunya bepergian ke negeri orang. Ia membawanya ke perguruan tinggi yang bagus, dengan fakultas yang menyenangkan. Ia membawanya bertemu orang-orang yang memberi makna. Ia membawanya dari anak-anak menjadi remaja, dan mengantarkan si empunya menuju dewasa. 

Si Dua yang Menunggu Lama


Sepertinya si dua sudah menunggu lama sekali
Untuk berada di depan
Untuk bersanding bersama si nol
Nol yang sepuluh tahun lalu bersanding dengan satu

Kepalaku yang kedua akan tumbuh. Tahun yang berulang untuk mengubah angka satu menjadi dua. Si angka dua yang nyengir bahagia karena berhasil mengenyahkan si satu, lalu dia bersanding bersama si nol yang sepuluh tahun lalu sempat bersanding dengan si satu. Tapi seharusnya si dua akan segera berbaikan dengan si satu. Karena tak lama kemudian, dua belas bulan kemudian, si dua di depan ini akan bertemu dengan si satu. Bersandingan, bersebelahan. Seperti mereka dulu pernah bersama, tapi dengan satu di depan. Kali ini giliran si dua. Tapi si dua dan nol akan mulai dulu, satu harus menunggu sebentar. Iya. Sebentar saja. 

November 14, 2015

Kabur Ke Sini


Halo, selamat sore. Semarang mendung. Tapi masih panas. Selalu. Es teh dan segala teknik minum teh sambil gigit-gigit es batu adalah yang terbaik untuk mengenyahkan peluh. Entah apa yang terjadi dengan kota ini. Padahal aku nggak lari-lari cari keringat, tapi yang namanya titik air dari pelipis itu tetap saja berjatuh-jatuhan. Tidak pernah betah lama-lama ada di kota ini. Tapi selalu betah lama-lama di kamar. Entah tidur atau mengetik sesuatu pakai jari-jari yang kukunya habis aku warnai tadi malam ini. Manunggal lagi ada projek, entah gimana caranya agar badan dan pikiran ini bisa dibagi-bagi. Pikiran lagi terbagi-bagi secara tidak proporsional, ditambah faktor eksternal si cuaca mendung tapi panas ini. Sudah berdoa pada Tuhan agar cepat hujan badai saja, maksudku supaya dingin. Tapi rupanya Tuhan turunkan hujan saja, tanpa ada dingin. Dingin pun ada sesaat, lalu sepersekian detik kemudian, peluh kembali berjatuh-jatuhan. 

October 28, 2015

Ini Sumpah Pemuda, Pak Jung


Ini hari sumpah pemuda katanya. Ya tapi aku percaya saja. Percaya bahwa ya sumpah itu pernah diikrarkan, penuh semangat, menggebu-gebu, dan mewabah seperti cikunguya. Aku senang saja negara ini dari segi ketidaksadaran kolektif, punya semangat seperti kembang api yang meletup-letup. Carl Jung bilang, ketidaksadaran kolektif itu adalah hasil kreativitas dari nenek moyangmu, yang rupanya mereka turunkan padamu dan juga pada beribu-ribu orang lainnya yang lahir di sekitarmu. Lagi-lagi aku memutuskan untuk percaya. Kali ini pada apa kata Jung. 

Aku percaya saja pada sumpah pemuda, seperti aku percaya saja saat ibu bilang aku lahir di bumi yang luhur ini (padahal bisa saja ibu bilang aku anak pungut dari Kerajaan Alengka dan aku percaya). Aku ingin percaya bahwa semangat sumpah pemuda itu adalah semacam partikel seperti debu yang terbawa angin, lalu singgah dari waktu ke waktu, hingga saat ini giliran aku merasakan dihinggapi si debu. Aku ingin percaya pada kata Jung bahwa semangat itu mengendap secara tidak sadar sejak aku dilahirkan dan aku tak berdaya terhadap apa pun. Dan sekali lagi, aku memutuskan untuk percaya. 

September 27, 2015

Keteraturan dan Ketidakteraturan


Mungkin sebenarnya di dunia ini tidak pernah ada keteraturan. Apakah sebenarnya yang disebut sebagai keteraturan adalah ketidakteraturan yang berulang-ulang? Tapi ketidakteraturan itu pun tidak konsisten, tidak berpola seperti yang mereka bilang, pun tidak membentuk sebuah persetujuan umum yang diiyakan semua orang. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang mengkotak-kotakkan dan membuat jadwal atas nama keteraturan? Apakah mereka benar-benar menginginkan untuk berada di keteraturan itu? Ataukah itu hanya kedok untuk menuju ketidakteraturan yang mereka damba-dambakan?

September 15, 2015

Konsep Kebenaran dan Homo Homini Lupus


Pada beberapa hal, seseorang merasa bingung kenapa satu hal benar untuk dilakukan, tapi hal yang lain  tidak benar untuk dilakukan. Seseorang kadang menganggap, konsep benar salah akan selalu menjadi terlalu subjektif untuk dilaksanakan semua orang. Semua orang seharusnya bebas untuk melakukan apa pun yang benar menurut mereka. Kenapa harus memukul rata konsep kebenaran kepada sekian ratus kepala yang berbeda-beda? Bukankah perbedaan lahir bersamaan dengan lahirnya manusia ke muka bumi? Bukankah kita diajarkan untuk menoleransi perbedaan, termasuk perbedaan cara berpikir? Kenapa menghukum mereka yang berbeda?

September 14, 2015

Pak Havigurst dan Pak Bucklew, Maafkan Saya


Maafkan saya, Pak Havigurst. Tapi saya hanya ingin bertanya, apakah kehidupan manusia memang hanya  sesempit tugas perkembangan? Bukankah menentukan perjalanan hidup seseorang, tidak semudah memprediksikan kapan hujan akan turun ketika awan kelabu sudah bergelantungan? Apakah si tugas perkembangan ini begitu berkuasa dan berwenang untuk menentukan bagaimana seorang manusia menjalani kehidupannya dari lahir hingga menemui ajal? Lalu ketika tugas perkembangan ini tidak terpenuhi, ketika si dewasa awal tidak menikah, ketika si dewasa madya tidak riweh oleh urusan rumah tangganya, dan ketika si dewasa akhir (lansia) tidak punya cucu untuk digendong, apa pun yang terjadi di tugas perkembangan selanjutnya akan mengalami kegagalan? Apakah harus begitu? Aah.. maaf, Pak, tapi saya tidak setuju.  

September 9, 2015

Padahal.. Budaya Diam Saja


Ternyata budaya itu tidak sebesar yang aku bayangkan. Budaya ternyata hanyalah hasil dari apa pun itu yang ada di dalam tengkorakmu dan apa pun itu yang ada di jiwamu. Budaya tidak pernah lebih besar dari dirimu sendiri. Berlebihan orang-orang kalau bilang budaya ini punya negara itu, atau budaya itu punya negara ini. Lalu akan terus begitu, mengaku menjadi sang empunya, padahal budaya diam saja di dalam sana, tidak bergerak. Budaya diam saja, tidak pernah minta diakui atau minta ditandingkan dengan milik tetangga, tapi kamunya yang berisik, berkoar-koar, "aku punya budaya ini dan kamu nggak boleh melakukan apa pun dengan milikku ini." Jadi, sebenarnya apa yang kamu koar-koarkan itu?

August 27, 2015

Lahirnya Bayi-Bayi Kami



Mau berterimakasih sama setiap kepala yang ikut kebawa di JOP Express tahun ini. Kalian memang luar biasa. Mulai dari rapat jauh jauh hari, Dipi yang dengan wajahnya yang adem dan sangat rela kami tumbalkan sebagai redpel JOP Express, kepalamu sungguh adalah inti dari lahirnya bayi bayi eksemplar JOP Express itu. Aku dengan sangat rela dan suka hati ngajak kamu ke kosan biar kamu bisa mandi, Dip. Nggak tega liat kamu seharian full di depan laptop ngurusin tulisan anak-anak. Itu bajunya dibalikin jangan lupa. Hahaha. BIG APPLAUSE FOR HER. No one could be that patient and no one could ever ngeditin berita dengan kalem sambil nunjukin ekspresi yang lempeng dan teduh selain kamu, Dip. Pokoknya paragraf satu tulisan ini aku persembahkan khusus buat kamu. Another round of applause pleaseeee!!

August 23, 2015

Bahkan Tak Mampu Memberi Judul pada Tulisan Ini


Terkadang, seseorang merasa memiliki terlalu banyak waktu luang hingga tak tahu apakah kehadirannya di antara manusia-manusia yang lain ada gunanya. Namun juga tak jarang, seseorang merasa 24 jam pun masih sangat kurang untuk melakukan berbagai macam hal. Setiap kali aku berhenti membiarkan pikiranku melalang buana di berbagai arah dan mencoba menjadi berguna barang satu menit untuk fokus lalu berpikir, aku selalu menyadari bahwa sesungguhnya manusia tidak berbeda barang satu hal pun. Manusia sama-sama punya waktu 24 jam sehari untuk digunakan melakukan apa pun semau mereka, terlepas dari rutinitas, deadline, dan jadwal yang mengatur tubuh serta pikiran mereka. Tapi menjadikan setiap menit bahkan setiap detik menjadi berguna, adalah maha karya akal yang mereka buat sendiri. Hal ini yang terkadang menimbulkan perbedaan. 

August 5, 2015

First LOVE


Aku nggak pernah sejatuh cinta ini sama novel karangan siapa pun.  Nggak pernah sebelum suatu hari ayah merekomendasikan sebuah novel yang baru cetak, karya Andrea Hirata judulnya Ayah. Tanpa banyak cincong, aku langsung terima novel itu untuk menuhin rak buku di kosan. Baca novel ini, kayak nggak kenal waktu aja. Rasanya pingin bacaaa terus. Bangun tidur, langsung baca. Baru nyampe kosan habis dari kuliah, langsung baca. Habis dari kamar mandi, langsung baca. Yang harusnya nugas, malah baca nih novel. Aaahh.. bahagia banget rasanya bisa baca novel ini. Selesai baca, aku langsung bilang sama ayah kalo novel ini juara banget. Jadilah ayah minta balik novel yang harusnya dia beliin buat aku itu. Aku disuruh beli lagi yang baru, tapi ya beda lah rasanya beli baru sama punya yang udah dibalik lembar per lembarnya. Akhirnya novel itu aku ikhlasin aja buat ayah, karena udah terlanjur dicoret-coret ama doi.

July 1, 2015

Bermula dari Seekor Laron: Everything Happens for A Reason


HELLAAWW JULY~
Ini udah hari ke 14 puasa, H-1 UAS, bosen belajar, malah kepikiran yang lain-lain. 

Ceritanya, waktu itu malam ke 2 di bulan Ramadhan, lagi nongkrong di balkon depan kamar. Aku ngetawain temen kosku yang bilang kalo laron itu hewan paling nggak berguna. Hidupnya cuman muter-muter di lampu, terus mati. Aku ketawa dan aku jawab, laron kan buat makanan cicak. Dulu waktu masih bocah (walopun sekarang juga masih bocah), aku juga sempet mikir kayak gitu dan pasti banyak orang yang berpikiran sama. Well, people grow up, dude. So do I. Coba point of view upon every little thing agak diubah, geser ke sudut pandang yang lain. And you will notice that everything happens for a reason. Ngapain Tuhan bikin laron kalo nggak ada gunanya hayoo? 

June 30, 2015

What I Personally Feel About Same-Sex Marriage


Tulisan ini dibuat di hari ke 13 bulan suci Ramadhan yang tolong-ya-Allah-Kalista-jangan-dibikin-sering-ngantuk-takut-sia-sia-puasanya, di tengah kejenuhan dan kelelahan menanti UAS yang tak kunjung tiba dan tanggal main pulang kampung yang masih lama

Jadi ceritanya lagi baca DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) buat UAS klinis, lalu kepikiran kenapa nggak ada sexual orientation disorder buat homosexual (ya karna 5 dari 7 orang yang bikin DSM ternyata homo) dan tiba-tiba otakku nyambung ke same-sex marriage yang baru tanggal 26 Juni lalu (kalo nggak salah), diperbolehkan di USA. Di twitter, facebook, instagram, ask fm dan segala jenis social media pada rame pake hashtag #lovewins dan pada pasang foto profil pelangi yang nandain dukungan mereka buat same-sex marriage. 

June 22, 2015

Ayah 'Pulang'


Ramadhan hari keempat. Saat aku usai membasuh sekujur tubuhku dengan air hangat di pagi yang sejuk..

Mungkin aku tidak terlihat gemetar, saat ayah bilang lebaran ini ayah akan 'pulang' ke Banjarmasin. Iya, 'pulang'.. ke kota yang dulu sempat menjadi rumah bagi ayah, kota yang dulu mencatat setiap jam berapa ayah mulai mengengkol vespa-nya untuk berangkat ke kantor, kota yang dulu sempat menyaksikan konflik kecil antara aku dan temanku saat berlomba menyambut ayah yang baru pulang bekerja, kota yang dulu turut mendengar betapa lantangnya suara ayah saat menjelaskan pelajaran matematikan yang tidak aku mengerti, kota yang telah lengkap mengindra setiap peristiwa kehidupan keluarga kecil kami. 

May 14, 2015

Apa Aja For This Five Months


Sudah sekian lama sejak terakhir kalinya ngisi nih blog sama entah apa pun itu. Niatnya mau nyelesaiin postingan selama di Rusia, akhirnya nggak kesampean sampai sekarang. Dan penundaan itu selalu berujung pada penyesalan, dude. Karena sekarang, laptop yang aku pake adalah punya daddy, laptopku tertjintah yang belum genap setahun aku pegang, tetiba hardisknya rusak dan segala tetek bengek di dalemnya pun musnah (termasuk foto-foto selama di Rusia dan lagu-lagu jadulnya Super Junior dari tahun 2005). Tapi sebenernya nggak tiba-tiba juga rusaknya, gegara tangan aku suka nggak bener aja kalo pegang gadget.