13 Ramadhan 1435 H
Aku ragu
tapi aku menginginkannya. Aku berusaha menolak namun aku ingin menerimanya. Aku
ingin menjauh tapi aku ingin didekati. Begitu menyedihkan namun terlalu
membahagiakan. Sebuah janji pada diriku sendiri dan Yang Maha Kuasa. Sebuah
janji di hari Jumat untuk tiga jumat selanjutnya di Bulan Ramadhan. Janji untuk
membuat bulan ini suci, untuk mencuri semua pahala sampai kewalahan, dan untuk
merasa terlalu produktif sampai tidak ada waktu untuk bernapas. Janjiku. Sebuah
janji yang seharusnya tidak kulanggar. Tapi rupanya, janji pada Tuhan adalah
janji yang paling sering kulanggar. Janji yang masa berlakunya hanya tiga puluh
hari dan aku hampir kehabisan waktu.
Ketaatan
adalah sesuatu yang paling menggoda di dunia ini untuk diindahkan, untuk
ditampik keberadaannya, sampai-sampai tidak ada yang ingat bahwa ketaatan itu
ada untuk dilaksanakan. Keindahan dan kebahagiaan adalah hal yang paling
dikejar setiap kepala sejagad raya, sampai-sampai tidak ada yang ingat bahwa
semuanya perlu keterpurukan dan keterpaksaan. Mungkin tidak sungguh-sungguh
lupa, hanya pura-pura lupa. Sengaja memenjarakan diri dari keberingatan,
membiarkan keterlupaan menari-nari sampai teler, mabok, lalu sakau. Lalu
hal-hal yang membuat lupa lainnya, sengaja didatangkan sampai mati dengan
keadaan lupa. Nauzubillah mindzalik.
Bukan
perihal terlalu banyak yang harus diingat sehingga lupa, tapi tentang seberapa kuat
ingatan terhadap hal yang harus diingat. Bukan perihal waktu, yang katanya
ingatnya besok saja, atau lusa, hari ini biarkan aku khilaf. Tapi perihal seberapa
yakin kematian tidak akan datang sampai besok. Hal positifnya adalah bibit
harapan akan kehidupan terus bertumbuh, namun hal negatifnya adalah kelalaian
yang tadinya bibit, sudah telanjur tumbuh terlalu besar sampai sesak dan
sumpek. Kelalaian yang membuat lupa bahwa satu-satunya hal yang pasti adalah
kematian.
Alam
semesta memang terlalu indah sehingga penghuninya terlena dan terombang-ambing.
Itulah sebabnya aku menulis. Aku menulis untuk mengingat. Menulis untuk
membenar-benarkan diri sendiri, tapi akhirnya menyalah-nyalahkan diri sendiri.
Menulis untuk marah-marah, tapi akhirnya reda sendiri. Menulis untuk membuang
apa yang mengganjal dan mencegah terjadinya ganjalan yang lebih besar. Melegakan
ketika sebuah kebiasaan kecil dapat membuatku ingat. Kebiasaan sederhana yang hanya
diriku dan Tuhan yang tahu seberapa besar hal itu mencegahku lupa. Sebuah
kebiasaan yang harus kujaga untuk menjaga apa yang seharusnya dijaga.
0 comments:
Post a Comment