June 28, 2016

Menulis untuk Ini



13 Ramadhan 1435 H

Aku ragu tapi aku menginginkannya. Aku berusaha menolak namun aku ingin menerimanya. Aku ingin menjauh tapi aku ingin didekati. Begitu menyedihkan namun terlalu membahagiakan. Sebuah janji pada diriku sendiri dan Yang Maha Kuasa. Sebuah janji di hari Jumat untuk tiga jumat selanjutnya di Bulan Ramadhan. Janji untuk membuat bulan ini suci, untuk mencuri semua pahala sampai kewalahan, dan untuk merasa terlalu produktif sampai tidak ada waktu untuk bernapas. Janjiku. Sebuah janji yang seharusnya tidak kulanggar. Tapi rupanya, janji pada Tuhan adalah janji yang paling sering kulanggar. Janji yang masa berlakunya hanya tiga puluh hari dan aku hampir kehabisan waktu. 

Ketaatan adalah sesuatu yang paling menggoda di dunia ini untuk diindahkan, untuk ditampik keberadaannya, sampai-sampai tidak ada yang ingat bahwa ketaatan itu ada untuk dilaksanakan. Keindahan dan kebahagiaan adalah hal yang paling dikejar setiap kepala sejagad raya, sampai-sampai tidak ada yang ingat bahwa semuanya perlu keterpurukan dan keterpaksaan. Mungkin tidak sungguh-sungguh lupa, hanya pura-pura lupa. Sengaja memenjarakan diri dari keberingatan, membiarkan keterlupaan menari-nari sampai teler, mabok, lalu sakau. Lalu hal-hal yang membuat lupa lainnya, sengaja didatangkan sampai mati dengan keadaan lupa. Nauzubillah mindzalik. 

Bukan perihal terlalu banyak yang harus diingat sehingga lupa, tapi tentang seberapa kuat ingatan terhadap hal yang harus diingat. Bukan perihal waktu, yang katanya ingatnya besok saja, atau lusa, hari ini biarkan aku khilaf. Tapi perihal seberapa yakin kematian tidak akan datang sampai besok. Hal positifnya adalah bibit harapan akan kehidupan terus bertumbuh, namun hal negatifnya adalah kelalaian yang tadinya bibit, sudah telanjur tumbuh terlalu besar sampai sesak dan sumpek. Kelalaian yang membuat lupa bahwa satu-satunya hal yang pasti adalah kematian. 

Alam semesta memang terlalu indah sehingga penghuninya terlena dan terombang-ambing. Itulah sebabnya aku menulis. Aku menulis untuk mengingat. Menulis untuk membenar-benarkan diri sendiri, tapi akhirnya menyalah-nyalahkan diri sendiri. Menulis untuk marah-marah, tapi akhirnya reda sendiri. Menulis untuk membuang apa yang mengganjal dan mencegah terjadinya ganjalan yang lebih besar. Melegakan ketika sebuah kebiasaan kecil dapat membuatku ingat. Kebiasaan sederhana yang hanya diriku dan Tuhan yang tahu seberapa besar hal itu mencegahku lupa. Sebuah kebiasaan yang harus kujaga untuk menjaga apa yang seharusnya dijaga.
Share:

0 comments:

Post a Comment