January 11, 2016

Aku Ingat Hari Ini Senin



Pagi ini tampak lebih menyegarkan dari pada pagi pagi yang lain. Rupanya hari ini Senin. Hanya tiga hari sebelum terbang ke pulau seberang untuk kembali bersama separuh hati yang tercecer di sana, separuh kebahagiaan yang tertinggal di sana. Tanpa sengaja, tidak disengaja, hanya saja aku selalu lupa membawa separuh hati dan kebahagiaanku dari tempat itu. Lupa bahwa kebahagiaan itu seharusnya seratus persen sehingga tidak ada ruang untuk rasa rindu yang lebih sering menyiksa daripada membahagiakan.


Setengah hati yang kini aku bawa, rupanya mengidentikkan diri dengan hal-hal yang mirip dengan tempat di mana kutinggalkan setengah lagi hatiku. Kerap kutemukan plat motor atau mobil dengan huruf D dan A berseliweran di jalan, terparkir di pinggir jalan. Plat dengan huruf D di depan, dan huruf A yang mengikuti dengan tertib di belakangnya. Lalu mata-mataku—pun setengah hatiku itu—sama-sama tersenyum melebihi apa yang disenyumkan bibirku. Lalu kaki-kakiku menggetar karena ingin segera berlari pulang, ingin melupakan bentangan laut yang membuatnya mustahil. Tapi aku ingat. Hari ini Senin. 

Dua malam yang lalu, aku masih bersama LPM Manunggal menyeleksi para calon pengelola dengan baju pers yang tak kalah panas dengan suhu Kota Semarang. Tapi dua malam yang lalu juga, dua orang teman membuatku meninggalkan berkas-berkas berfoto wajah-wajah sumringah yang minta dilirik itu. Mereka membuatku memakai si baju pers hitam panas terpampang nama panggilanku di dada kanan, menuju tempat penuh kalori dan tempat pelucutan isi dompet dengan senyum selebar yang dapat dibentuk bibir. Mereka adalah teman yang membuat segala kerinduan dapat ditertawakan. Teman yang lahir dari tanah yang sama, yang terpisah jarak lautan, lalu bertemu di tanah yang lain, lalu berteman seperti saudara sekandungan yang terpisah dan bertemu kembali.

Kami tak punya kesamaan kecuali tempat dimana kami ketinggalan setengah hati kami. Kami sama-sama tertawa karena kami merindukan hal yang sama. Kami menyantap pisang plenet, bebek betutu, mochi es krim, es ronde susu, jamur crispy, es teh dua gelas pun bukan karena perut-perut kami yang meraung-raung. Kami menyantap jutaan kalori dalam satu malam untuk membayar lunas kerinduan hati-hati kami yang tinggal setengah. Membayar lunas kerinduan hati setengah dengan kalori berjuta-juta. Berharap jumlah mereka yang jutaan itu dapat menggantikan posisi setengah hati yang tertinggal itu. Tapi rupanya tidak. Hati kami tetap setengah dan kalori-kalori itu tetap berjutaan, perut kami begah, kami kembali tertawa. Namun hari ini aku ingat. Hari ini Senin. Sebentar lagi sebelum kami pulang..

Share:

0 comments:

Post a Comment