Pagi ini tampak lebih menyegarkan dari pada
pagi pagi yang lain. Rupanya hari ini Senin. Hanya tiga hari sebelum terbang ke
pulau seberang untuk kembali bersama separuh hati yang tercecer di sana,
separuh kebahagiaan yang tertinggal di sana. Tanpa sengaja, tidak disengaja,
hanya saja aku selalu lupa membawa separuh hati dan kebahagiaanku dari tempat
itu. Lupa bahwa kebahagiaan itu seharusnya seratus persen sehingga tidak ada
ruang untuk rasa rindu yang lebih sering menyiksa daripada membahagiakan.
Setengah hati yang kini aku bawa, rupanya
mengidentikkan diri dengan hal-hal yang mirip dengan tempat di mana
kutinggalkan setengah lagi hatiku. Kerap kutemukan plat motor atau mobil dengan
huruf D dan A berseliweran di jalan, terparkir di pinggir jalan. Plat dengan huruf D di depan, dan huruf A yang mengikuti dengan tertib di belakangnya. Lalu mata-mataku—pun
setengah hatiku itu—sama-sama tersenyum melebihi apa yang disenyumkan bibirku. Lalu
kaki-kakiku menggetar karena ingin segera berlari pulang, ingin melupakan bentangan
laut yang membuatnya mustahil. Tapi aku ingat. Hari ini Senin.
Dua malam yang lalu, aku masih bersama LPM
Manunggal menyeleksi para calon pengelola dengan baju pers yang tak kalah panas
dengan suhu Kota Semarang. Tapi dua malam yang lalu juga, dua orang teman
membuatku meninggalkan berkas-berkas berfoto wajah-wajah sumringah yang minta dilirik
itu. Mereka membuatku memakai si baju pers hitam panas terpampang nama
panggilanku di dada kanan, menuju tempat penuh kalori dan tempat pelucutan isi
dompet dengan senyum selebar yang dapat dibentuk bibir. Mereka adalah teman yang
membuat segala kerinduan dapat ditertawakan. Teman yang lahir dari tanah yang
sama, yang terpisah jarak lautan, lalu bertemu di tanah yang lain, lalu
berteman seperti saudara sekandungan yang terpisah dan bertemu kembali.
Kami tak punya kesamaan kecuali tempat dimana
kami ketinggalan setengah hati kami. Kami sama-sama tertawa karena kami
merindukan hal yang sama. Kami menyantap pisang plenet, bebek betutu, mochi es
krim, es ronde susu, jamur crispy, es teh dua gelas pun bukan karena
perut-perut kami yang meraung-raung. Kami menyantap jutaan kalori dalam satu
malam untuk membayar lunas kerinduan hati-hati kami yang tinggal setengah. Membayar
lunas kerinduan hati setengah dengan kalori berjuta-juta. Berharap jumlah
mereka yang jutaan itu dapat menggantikan posisi setengah hati yang tertinggal
itu. Tapi rupanya tidak. Hati kami tetap setengah dan kalori-kalori itu tetap
berjutaan, perut kami begah, kami kembali tertawa. Namun hari ini aku ingat. Hari
ini Senin. Sebentar lagi sebelum kami pulang..
0 comments:
Post a Comment