September 9, 2015

Padahal.. Budaya Diam Saja


Ternyata budaya itu tidak sebesar yang aku bayangkan. Budaya ternyata hanyalah hasil dari apa pun itu yang ada di dalam tengkorakmu dan apa pun itu yang ada di jiwamu. Budaya tidak pernah lebih besar dari dirimu sendiri. Berlebihan orang-orang kalau bilang budaya ini punya negara itu, atau budaya itu punya negara ini. Lalu akan terus begitu, mengaku menjadi sang empunya, padahal budaya diam saja di dalam sana, tidak bergerak. Budaya diam saja, tidak pernah minta diakui atau minta ditandingkan dengan milik tetangga, tapi kamunya yang berisik, berkoar-koar, "aku punya budaya ini dan kamu nggak boleh melakukan apa pun dengan milikku ini." Jadi, sebenarnya apa yang kamu koar-koarkan itu?

Aku senang ketika perkuliahan kemarin, Psikologi Nusantara. Aku jadi tau bahwa budaya itu lebih luhur dari pada yang selama ini aku bayangkan. Walaupun ada beberapa hal yang tidak aku setuju, karena katanya budaya itu tentang kuat-kuatan dan banyak-banyakan peminat. Aku setuju bahwa budaya selalu dapat menemukan jalannya untuk mengalir dalam aliran darah, entah itu arteri atau vena. Sulit menjelaskannya secara logis, tapi entah.. sepertinya memang begitu. Ya.. seperti kataku tadi, budaya itu lebih luhur daripada bayanganku selama ini. Tapi budaya tidak sejahat yang dibilang ibu dosen. Budaya diam saja di ulu hati setiap orang, masalah kuat-kuatan atau banyak-banyakan peminat, itu adalah hasil instingnya manusia agar bertahan hidup. Budaya tidak salah. Karena budaya diam saja.

Budaya lahir bersama lahirnya manusia. Si bayi mungil yang belum tersentuh dosan pun berbudaya. Entah itu budaya kalau lapar menangis, atau budaya mengemut jempol kalau lapar (lagi). Seiring waktu dan seiring tumbuhnya si bayi menjadi remaja, dewasa, lalu menjadi lanjut usia, budaya terus mengiringi, ikut bertambah usia seperti si manusia.

Budaya diam saja bersamamu, menjadi teman saat kamu bertemu dengan teman-teman baru di perkuliahan, atau di tempat kerja. Budaya juga diam saja saat tiba-tiba sebuah ide datang padamu, dengan sedikit keterampilan tangan, lalu jadilah sebuah budaya baru, yang kamu beri nama lukisan, puisi, not balok pada kertas partitur, atau sekedar burung kertas. Lalu budaya yang menjadi temanmu sejak lahir ini, kamu beri budaya-budaya baru yang kemudian menjadi teman mereka.

Kamu yang selalu merasa tak pernah cukup senang dengan budaya, makanya kamu menghasilkan budaya-budaya yang lain, lalu menandingkan budaya A dengan budaya B, hingga budaya Z. Padahal budaya tidak demikian. Karena budaya diam saja. Hhmmm sebentar.. sepertinya tulisan ini jadi agak lucu. Karena tulisan ini akhirnya malah menyalahkan manusia. Hahahahaha.
Share:

0 comments:

Post a Comment