September 27, 2015

Keteraturan dan Ketidakteraturan


Mungkin sebenarnya di dunia ini tidak pernah ada keteraturan. Apakah sebenarnya yang disebut sebagai keteraturan adalah ketidakteraturan yang berulang-ulang? Tapi ketidakteraturan itu pun tidak konsisten, tidak berpola seperti yang mereka bilang, pun tidak membentuk sebuah persetujuan umum yang diiyakan semua orang. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang mengkotak-kotakkan dan membuat jadwal atas nama keteraturan? Apakah mereka benar-benar menginginkan untuk berada di keteraturan itu? Ataukah itu hanya kedok untuk menuju ketidakteraturan yang mereka damba-dambakan?

Manusia lahir dalam keadaan tanpa noda walaupun secara kasat mata berlumuran darah. Tapi jiwanya masih bersih dan tidak melekat pada nilai moral apa pun. Lalu si manusia kecil itu mulai merangkak, berjalan, dan berlari hingga terjatuh-jatuh, namun bangkit lagi seperti tak ada yang menertawakan meskipun ia terlihat konyol saat jatuh. Karena ia belum peduli pada keteraturan itu. Karena baginya, ketidakteraturan adalah hal yang patut dirayakan semeriah mungkin. Ia belum tahu bahwa ketidakteraturan yang ia agung-agungkan itu, lambat laun akan membawanya pada keteraturan yang mengekang dan tidak dapat dirayakan oleh apa pun juga. Kelak ia pun akan bertanya-tanya mengapa ia harus melakukan hal yang sama berkali-kali selama bertahun-tahun jika ia merasa bosan. Tidak dapatkah ia melepaskan semuanya dan kembali ke ketidakteraturan yang dulu ia kenal?

Tapi si manusia kecil itu pemikirannya semakin besar. Ia pun mengalihkan cara berpikirnya terhadap dua hal berlawanan itu. Keteraturan dan ketidakteraturan. Kenapa harus menganggap belajar di hari ini adalah sama dengan belajar di esok hari, maupun lusa, jika apa yang dipelajari adalah hal yang berbeda? Mengapa harus menggerutu karena hal-hal yang sama datang bertubi-tubi, jika posisi dudukmu hari ini tidak pernah satu senti pun sama dengan posisimu kemarin? Mengapa tidak bangkit dari tempat tidur, jika tidak ada satu lembar pun pada buku yang kau baca, punya isi yang sama? 

Maksudku, aku bicara tentang keteraturan yang kau buat-buat itu. Tentang kedok untuk menutupi rasa enggan dan pesimistik. Mendakilah setinggi-tingginya ke puncak gunung mana pun, pergilah sejauh-jauhnya ke negeri mana pun, menyelamlah sedalam-dalamnya ke dasar laut mana pun. Pergilah dengan keengganan, kejenuhan, dan pesimistik yang bersemayam di dalam kepalamu itu. Jika memang kau benar menggunakannya untuk mengutuk keteraturan, maka kau akan kembali hanya untuk kembali mengutuk hal yang sama. Lalu melarikan diri lagi, mencari ketidakteraturan yang membahagiakan itu. Begitu seterusnya. 

Tengok lah sedikit ke kanan, kiri, atas, atau bawah. Ketidakteraturan yang kau idam-idamkan itu berjarak tak jauh dari kilan si manusia kecil yang baru lahir itu. 
Share:

0 comments:

Post a Comment