December 5, 2015

Si Dua yang Menunggu Lama


Sepertinya si dua sudah menunggu lama sekali
Untuk berada di depan
Untuk bersanding bersama si nol
Nol yang sepuluh tahun lalu bersanding dengan satu

Kepalaku yang kedua akan tumbuh. Tahun yang berulang untuk mengubah angka satu menjadi dua. Si angka dua yang nyengir bahagia karena berhasil mengenyahkan si satu, lalu dia bersanding bersama si nol yang sepuluh tahun lalu sempat bersanding dengan si satu. Tapi seharusnya si dua akan segera berbaikan dengan si satu. Karena tak lama kemudian, dua belas bulan kemudian, si dua di depan ini akan bertemu dengan si satu. Bersandingan, bersebelahan. Seperti mereka dulu pernah bersama, tapi dengan satu di depan. Kali ini giliran si dua. Tapi si dua dan nol akan mulai dulu, satu harus menunggu sebentar. Iya. Sebentar saja. 

Sebenarnya si satu, dua, nol tidak perlu bertengkar. Sebab, si empunya umur akan bingung jika mereka bertengkar. Mereka harus datang satu per satu, datang untuk pergi, lalu kembali lagi tapi dengan sandingan yang lain. Si empunya umur akan menikmati pergantian-pergantian itu. Selama sepuluh tahun ke depan, si dua di depan akan bersama si empunya. Dua di depan ini mungkin akan melangkah bersama di sebuah jalan setapak yang ia buat bersama si empunya. Jalan setapak yang mungkin harus dilalui peluh, cengiran, banjir air mata, pergantian pendamping setelah dua selama satu tahun.. tapi si dua akan tetap bersama si empunya. Selama sepuluh tahun. Sepuluh tahun yang mungkin akan menjadi sebentar. Sebelum giliran si tiga yang datang menggantikan.

Sepertinya saat ini si dua ingin bicara dengan gadis yang sebentar lagi akan menjadi empunyanya. Katanya ia tidak ingin membuat kesalahan konyol seperti si satu di awal. Ia ingin membuat empunya menjadi dewasa, ia ingin membuat empunya menjadi seorang wanita, menjadi pemimpi yang menggapai mimpi-mimpinya. Si dua berpesan, ia siap mengarungi jatuh bangun bersama si empunya, bersama nol, bersama satu, dan bersama yang selanjut-selanjutnya.

Tapi si dua hanya bisa menepati janjinya jika si empunya tidak mengkhianatinya. Jika si empunya  berhenti hanya pada detik-detik yang membuat dua menunggu terlalu lama. Dua akan benci jika ia dilewatkan begitu saja, tanpa makna, tanpa kesan, tanpa senyum dan tangis. Mungkin dua harus membuat si empunya berjanji dengan tanda tangan di atas materai, meski dua tahu itu tidak berkekuatan hukum. 

bersambung...
Share:

2 comments:

  1. Wow...so complicated numbers just to express your feeling about HBD.

    ReplyDelete
  2. Wow...so complicated numbers just to express your feeling about HBD.

    ReplyDelete