Minggu, 13 Juli 2014—14 Ramadhan 1435 H
Kopi super pahit dari Turki. Makanya dikasih permen buat ngilangin pahit |
Langit bersinar dengan siraman cahaya matahari
yang disertai kicauan burung dan 3 manusia (aku, Ken, dan Coskuu) yang numpang
tidur di rumah seorang gadis Rusia bernama Katya, sudah bangkit dari tempat
tidur masing-masing, merangsak ke dapur untuk sebuah ritual ajaib. Di hadapan
kami, sudah ada secangkir kecil kopi Turki dengan beberapa bulir busa di
permukaannya. Walopun sebenernya si kopi pahitnya kayak jamu temulawak yang
ditaburin obat puyer paracetamol, bagian menariknya adalah pas si kopi udah
habis, dan menyisakan sisa kopi dengan bentuk abstrak di dasar cangkir. Si
gadis pembuat kopi, Coskuu, duduk tegak dengan tampang songongnya dan
menggenggam sebiji cangkir yang kopinya udah habis diminum.
Sisa kopinya, keliatan kayak cat tumpah atau
gambar anak playgroup yang baru belajar megang pensil. Tapi bagi Coskuu
(pura-puranya) setiap bercak dan garis punya arti yang menggambarkan kehidupan
si peminum kopinya itu. Berdasarkan penerawangan ngasalnya Coskuu, aku bakal
dihadapkan dengan pilihan, aku harus memutuskan mana yang akan kupilih, dan
bakal ada rintangan untuk ngambil pilihan itu.
Selanjutnya, dalam hati aku
ngucapin permohonan, trus Coskuu numpahin sedikit sisa kopi ke alas piring
cangkirnya. Kalo tumpahannya mbleber, berarti permohonanku bakal terwujud. Tapi...
hellooowww.. everyone defnitely have to make a choice, and it's not always
easy to decide a choice. Hal-hal kayak gitu sebenernya cuman ngasih tau apa
yang pasti akan dialami semua orang. Yaah.. lagian juga si ibu Turki bilangnya
juga ngasal. Nyiahahahaha.
Hidangan dan babuska dan nasi goreng yang gagal |
Selanjutnya, perut-perut kelaparan ini
melanjutkan petualangannya ke rumah neneknya Katya. Dengan Bahasa Rusia yang
nyambung mulu tanpa ada henti, nenek menyambut kedatangan kami. Perut kami pun
sama berbinar-binarnya dengan mata kami pas nemuin meja makan di ruang keluarga
sudah terisi penuh dengan hidangan. Ada roti, selai raspberry, sup sayur mayur,
dan minuman khas Rusia, kompot (nggak tau tulisannya gimana, tapi kata Katya
sih kompot). Sebenernya makanannya biasa aja, tapi keramahan dari nenek dan
kakek lah yang bikin makanannya semakin enak. It feels like home, for sure
:)
Aku dan Coskuu dengan hidangan dari babushka |
Aku baru tau bahwa ternyata nasionalisme
berkaitan dengan kondisi perut. Bahkan ketika perut udah penuh banget. Aku dan
Ken, dengan senang hati menerima penawaran nenek untuk masakin mereka nasi
goreng. Kami cuma pake bumbu ala kadarnya, termasuk masukin kecap asin. Gegara
aku sama Ken biasanya cuman masak nasi pake rice cooker, ketika
dihadapkan dengan kondisi harus masak nasi pake panci, yang terjadi adalah,
kami berhasil memproduksi arang di dasar panci (baca: gosong). Baunya sama
sekali nggak enak dan warnanya item arang. Tapi untungnya, kami masih bisa
menyelamatkan beberapa bulir nasi, di bagian tengah sampai bagian atas
pancinya. Nasi goreng pun jadi, dengan kondisi menyedihkan lantaran nasinya
yang lembek mblenyek dan bau gosong yang nggak berhasil ketutup sama bumbu yang
ala kadarnya itu.
Pas nasi goreng udah tersaji dengan imutnya di
meja makan, aku dan Ken bersiap untuk menerima caci maki gegara eksperimen
gagal kami. Tapi, emang lidah orang Eropa rada ajaib atau gegara mereka pikir
begitulah rasa nasi goreng yang sebenernya, mereka bilang enak dan bahkan
ngabisin nasi gorengnya sampai tak tersisa secuil pun. Sedangkan kami si tukang
masaknya, cuma bisa memandang dari kejauhan masakan kami, sambil nahan muntah
karena bau dan rasanya yang menurut kami nggak enak sama sekali.
0 comments:
Post a Comment