Jumat, 11 Juli 2014—13 Ramadhan 1435 H
Akhirnya, setelah perjalanan teler selama 6 jam, sampailah aku di Bandara
Domodedovo, Moscow. Udah jam 7 malem, tapi langit Moscow masih terang benderang
dan hati harus tetap tegar untuk nungguin waktu buka puasa jam 10 malam nanti.
Suguhan bandara kelas internasional yang menurutku megah pake banget di Bandara
Hamad, bikin aku ngarepin a fabulous thing from Domodedovo. Tapi
kenyataannya, aku mendeklarasikan kalo Soekarno-Hatta is much better than
Domodedovo.
Turun dari pesawat, aku ngantri di bagian imigrasi untuk dapet imigration
card. Kira-kira ada 7 loket mirip loket penjualan tiket di 21 (nggak deng,
loket 21 lebih bagus), 2 dari 7 loket itu, ada tulisannya "foreign
passengers". Di loket itu aku ngurus imigrasi dan otakku mulai konslet
ketika si om om loket berkicau dalam Bahasa Rusia.
Om om loket : "Where... from?"
Aku : "Indonesia (ngasihin
paspor)"
Om om loket : "Asdfghjklzcvbnm"
Aku : "........"
Om om loket : "Look here (nyocokin tampangku dengan foto di
paspor)"
Aku : "(Gue bukan TKI,
Om)"
Om om loket : "Okay, good luck"
Aku : "Thank you. Hmm..
where can I get my luggage?"
Om om loket : "????"
Aku : "Luggage... lu..
ggage. Bag! Bag!"
Om om loket : "(nunjuk suatu tempat di belakang punggungnya)"
Selesai ngambil koper, aku nuker duit, dan selanjutnya, aku harus nunggu
kurang lebih 5 jam untuk penerbangan ke Rostov. Dengan tampang bego, muka yang
udah nggak ada bentuknya lagi, dan tulang punggung yang sudah meraung-raung
minta rebahan, kugeret koperku ke seluruh penjuru bandara, nyari waiting
longue. Leherku udah sempoyongan nyariin papan penunjuk arah waiting
longue dan aku hampir muter untuk yang ke lima kali ketika ada seorang om
om dari Turki nyamperin aku sambil bilang Assalamualaikum. Karena kecampur
dengan logat negeri antah berantah, perlu waktu 1 menit sampai si om ngulang
salamnya lagi, dan aku pun ngejawab salamnya.
Mungkin itulah yang namanya berkah Ramadhan, si om nolongin aku bawa koper
dan nemenin aku masukin barang-barang ke bagasi. Hatiku berbunga-bunga karena
akhirnya aku nemuin saudara muslim di negara yang Islam jadi minoritas. Sambil
nunggu, si om ngajak aku untuk keluar bandara, duduk-duduk di bangku yang
berhadapan dengan beberapa cafe shop kecil. Jam 8 malam, dan temperatur Moscow
sudah cukup bisa untuk membuat kulit tropis ini meregang karena suhunya 15
derajat celcius. Mungkin kalo aku berangkat pas winter, aku bakal jadi
es buah buat takjil.
Bahasa Inggris si om nggak terlalu bagus, tapi seenggaknya dia bisa ngerti
penjelasanku bahwa aku bukan TKI dan aku ke Rusia untuk ngisi liburan di summer
camp social project dari AIESEC. Setelah si om ngopi-ngopi dan ngerokok
beberapa batang (si om nggak puasa ternyata), bulu kudukku mulai rontok dan
kulitku mulai terbelah-belah gegara kedinginan, aku pun minta si om biar kita
nunggu di dalem aja. Sampe di dalem, karena aku ngerasa si om udah cukup
membantu, aku pun menyudahi pertemuan kami, tapi ternyata si om..
Om Turki: "The price.."
Aku : "Hah? Price?"
Om Turki: "Yes, 1000 rubels"
Aku : "(ngeliat dompet)
You know, sir. I'm a student, I don't
have lots of money. How about 50?"
Om Turki: "No no... 1000 rubels"
Aku : "100? (mendekam erat
dompetku)"
Om Turki: "(ngelirik dompet) Aa.. you have 1000"
Aku : "(Awas ya lu, Om.
Gue laporin Masha baru tau rasa) Okay, 1000 (ngasih selembar duit dengan tidak
ikhlasnya)"
Om Turki: "Thank you. At 10 pm, you have to go to gate C to reach your
flight. Okay?"
Aku : "Okay (nyengir
kuda)"
Jadi, moral value-nya adalah, jangan nuker duit dulu sebelum
bener-bener sampe di tujuan, kalo nggak mau dimodusin om om Turki.
Jam 10:30 PM, aku buka puasa di waiting longue yang ternyata ada di
lantai 2. Sebenernya nggak terlalu yakin apakah udah tiba waktu buka puasa,
tapi dari dinding kaca di hadapanku, keliatan kalo matahari udah mulai
tenggelam dan langit udah mulai gelap. Di antara sekian banyak momen buka puasa
sendirian dan menyedihkan yang pernah aku jalani, inilah yang paling memilukan,
karena hampir bisa dipastikan akulah satu-satunya orang yang puasa di bandara
itu. Aku buka puasa pake risol dan pastel yang mulai mengeras yang ibu beli di
Mall Lipo Karawaci, serta beberapa teguk air liur gegara di pesawat nggak boleh
bawa air.
Selesai buka, aku langsung ke gate C 40. Orang-orang harus ngantri
dulu sebelum tuh pintu dibuka. Akhirnya, setelah beberapa momen kaki pegel
kemudian, petugasnya pun dateng. Emang cobaan di bulan Ramadhan kayaknya.
Karena ternyata, aku salah pintu. Gegara mas mas penjaga pintunya nunjuk-nunjuk
sesuatu di tiket pesawatku sambil geleng-geleng dalam Bahasa Rusia, aku sempet
mikir kalo aku bakal dideportasi. Tapi, dengan beberapa kata dalam Bahasa
Tarzan body languge, beberapa penumpang yang ngantri nyoba untuk
jelasin bahwa kode penerbanganku beda. Akhirnya aku ngerti, sambil berusaha
menetralkan tegangan konslet di otakku, aku pun ke information center (yang
ternyata petugasnya juga nggak bisa Bahasa Inggris) dan alhamdulillah, aku
masih sempet pergi ke gate yang benar menuju Rostov.
0 comments:
Post a Comment