Sabtu, 12 Juli 2014—14 Ramadhan 1435 H
Setelah perjalanan
20 jam dari tanah air dan sempet sahur di pesawat pake Kit Kat yang katanya
nolong saat mulai lapar, akhirnya aku sampai di kota tujuan, Rostov. Di bandara
Rostov, ada cowok bawa kertas dengan tulisan AIESEC. Mataku berbinar-binar dan
senyum sumringah terpancar dengan cerahnya dari wajahku yang udah nggak ada
bentuknya itu. Okay, I was expecting that he would be saying like,
"Hi, Kalista. How do you do? How was your trip? Let me help you bringing
your bag." Tapi setelah momen senyum-senyuman kemudian, yang terjadi
adalah...... krik....krik....krik...... *jangkriknumpanglewat*.
Sebagai calon
psikolog yang perlu mengerti orang lain, I tried to break the ice. Tanya
ini itu, nyengar nyengir sendiri, ngakak kayak orang bego, sampai capek sendiri
dan aku malah ditinggal tidur. Waw, you are so friendly, dude. Setelah 3 jam tidur di waiting longue bandara yang kursinya sekeras bata, jam 6
pagi, kami cap cus ke asrama si cowok itu (oh iya, namanya Fadis). Entah
karena faktor kaki pendek atau kurang gizi, aku selalu kalah sepuluh langkah
dibandingin Fadis. Dia teriak, "fast! fast!" Dan aku rasanya
pingin ngegampar tuh cowok, trus nyumpel mulutnya pake kulit manggis. Di luar
fakta menyebalkan bahwa cowok itu jalannya cepet banget dan orangnya diem
banget, aku menikmati perjalanan dari bandara ke asrama Fadis.
Di bis, aku
tersepona maksimal sama huruf-huruf alfabet kebalik yang terpampang nyata di
setiap pertokoan pinggir jalan. Dari jendela bis, aku ngeliat bule-bule berlalu
lalang dengan baju musim panas mereka yang oh-so-hot, aku denger
percakapan mereka yang kedengarannya kayak asdfghjklqweryuiop untuk telinga
Indonesiaku. Perjalanan menuju ke-entah-ke-mana itu, perlu naik bis dua kali.
Di bis yang kedua, aku duduk sendiri dan cowok itu jagain barang bawaanku di
deket pintu tengah bis. Rasanya kayak mimpi bisa ke luar negeri begini, kayak
orang-orang gaul juga. Nyiahahahaha.
Tiba-tiba, ada
seorang nenek duduk di sebelahku, ngomong ke aku pake Bahasa Rusia. Aku nggak
ngerti satu kata pun, tapi I believe the power of Bahasa Tarzan body
language. Sang nenek dengan daster merah tanpa lengannya, nutup-nutupin
kepalanya pake tangan, sambil bilang beberapa kata yang kedengerannya kayak
asdfghjklqwertyuiop. Si nenek tanya, "apa nggak papa panas panas
begini nutupin kepala pake begituan (hijab)?" Sambil nunjukin semua
deretan gigiku, aku ikut ngangkut-ngangkut tanganku ke hijabku, sambil
ngangguk-ngangguk dan ngacungin jempol, bilang bahwa, "it's hot but it's
okay." Well, mungkin aku harus latihan beberapa bahasa tarzan lagi untuk jelasin berbagai hal lain.
0 comments:
Post a Comment