May 4, 2017

Uang Cuman Buat ditukar

Hari ini aku menulis sesuatu tentang uang. Uang yang membuat aku bisa memiliki sebuah alat bernama laptop yang kugunakan untuk mengetik. Uang yang kugunakan untuk membeli koneksi internet. Uang yang kugunakan untuk menempatkan bokong di kursi, sehingga bisa duduk di depan laptop. Uang yang kugunakan untuk beli meja, sehingga leherku tidak letih selama menatap layar laptop. Uang yang kugunakan untuk menyewa kamar tempat meja laptop dan kursi bersanding, sehingga aku tidak perlu hidup menggelandang. Uang yang kugunakan untuk beli makan, sehingga kupunya cukup tenaga untuk menulis hari ini. Tanpa uang, semua hal yang kusebutkan tadi tidak akan terjadi. Tentu saja. Sangat jelas. 

Tapi kenapa masih ada orang yang bilang bahwa uang bukan segalanya, walaupun mereka tahu bahwa semuanya perlu uang? Aristoteles bilang bahwa uang tidak seharusnya dikejar untuk uang itu sendiri. Hegel juga bilang bahwa uang ada karena manusia, jadi manusia tidak boleh dikorbankan karena uang. Katanya uang adalah pelayan manusia dan bukan terbalik. Dan banyak pendapat lain yang bilang hal-hal serupa, menyatakan bahwa uang bukan segalanya. 

Memang awalnya uang dibuat untuk apa toh? Katanya dulu nenek moyang kesulitan cari nilai tukar yang serupa dengan beras yang mereka punya, padahal mereka mau makan daging. Makin susah lagi ketika mereka mau punya kain untuk bikin baju, padahal mereka cuman punya ayam petelor. Susah juga cari-cari orang yang kebetulan butuh barang yang mereka punya dan punya barang yang mereka butuh. Jadi, tukar menukar yang awalnya pakai barang itu, akhirnya diganti dengan uang supaya semua barang punya nilai pasti dan tidak repot lagi cari orang yang saling butuh, karena akhirnya kebutuhan mereka disamaratakan oleh uang.  

Uang pun jadi kebutuhan publik yang harus dikeluarkan dari rumah karena memang fungsinya untuk ditukar. Uang dianggap jadi milik orang tertentu, hanya karena kebetulan perputarannya berhenti di orang itu. Kalau dia sudah dikeluarkan, maka kepemilikannya berpindah, begitu terus sampai uangnya lecek, tidak berlaku lagi, lalu ditarik kembali oleh bank. Jadi, orang yang menumpuk uang dengan alasan uang itu sendiri, bisa dibilang sebagi orang-orang yang tolol. Mereka berarti menghilangkan fungsi uang yang seharusnya berputar-putar dari satu tangan ke tangan yang lain. Berati mereka menyamakan uang dengan barang pajangan seperti foto-foto yang dipasang dalam figura lalu ditempel di tembok.  

Ketololan serupa juga terjadi pada orang-orang yang bekerja 24 jam, lupa makan, lupa sembahyang, lupa keluarga, hanya demi mencari uang. Katanya cari uang juga untuk keluarga, untuk cari makan dan untuk cari keutamaan waktu menghadap Tuhan. Ini yang menyebabkan orang-orang semacam itu kehilangan makanan, Tuhan dan keluarganya sekaligus ketika ia tidak dapat uang. Karena dia pikir, keluarga, makanan dan Tuhan punya fungsi tukar yang serupa dengan fungsi tukar yang dimiliki uang. Dia pikir keluarga, makanan, dan Tuhan bisa diputar-putar kepemilikannya seperti uang yang senantisa berputar sampai lecek. Jangan tanya lagi tentang koruptor yang menukar segalanya demi uang. Mereka pikir nilai moral sama seperti uang yang bisa dilempar-lempar dan bisa dibuat dari serat kapas yang gampang tumbuh di pelataran rumah. Sungguh pemikiran yang maha agung. 

Mungkin itulah yang dimaksud dengan kalimat super populer "segalanya butuh uang, tapi uang bukan segalanya."
Share:

0 comments:

Post a Comment