May 8, 2017

Ulang Tahun Teman-Tiga-Tahun-Semeja Waktu SMP

Hari ini temanku ulang tahun. Teman berbagi meja selama tiga tahun di SMP dan berbagi sekolah yang sama selama satu tahun di SMA. Dulu kita sama-sama hanya sebiji anak SMP yang menginjak pubertas di waktu yang kurang lebih sama, sama-sama seonggok bocah culun yang nggak pernah naksir ataupun ditaksir cowok mana pun, dan sama-sama jadi dua orang yang piket kelas pada hari yang sama selama tiga tahun, hari Kamis. Tapi ada satu perbedaan signifikan antara kami. Dia yang selalu rangking satu dan aku yang hanya lima besar atau lebih. 

Aku nggak akan pernah lupa betapa dia bikin semua buku catatannya super rapi secara konsisten dalam rentang waktu tiga tahun. Semuanya terarsip dengan rapi dan terstruktur. Catatannya jadi kepunyaan satu kelas, karena menjelang ujian semuanya akan minta foto copy. Dia punya tulisan tangan kecil-kecil yang ditulis pakai tiga jari pada satu sisi pulpen dan dua jari lainnya di sisi pulpen yang lain. Jangan lihat catatanku. Super bertolak belakang. Font beda-beda, size nggak konsisten, isinya bolong-bolong, nggak ada yang mau lihat catatanku waktu ujian, bahkan diriku sendiri. Diam-diam aku pernah mencoba nulis pakai cara tiga jari itu dan ngubah tulisan jadi kecil-kecil dan berusaha serapi mungkin, supaya bisa jadi rangking satu juga. Oke, mungkin satu dua halaman masih mirip tulisannya, lama-lama.. jangan ditanya. Dan rangking satu masih jauh dari jangkauan. 

Tapi sejelek apa pun tulisanku, nilai Bahasa Inggrisku selalu lebih baik dari dia. Satu-satunya hal yang bikin aku lebih unggul dari dia. Aku selalu masuk kelas A yang isinya siswa dengan nilai Bahasa Inggris di atas rata-rata dan dia biasanya ada di kelas B. Aku juga baca pidato Bahasa Inggris waktu perpisahan SMP, tapi dia tidak. Aah betapa bangganya aku. Dulu, kelas les Bahasa Inggris dibagi jadi lima kelas, A sampai E. Penghuni rangking lima besar, paling rendah ada di kelas B. Selebihnya, rangking di bawah-bawah itu. Waktu aku lewat kelas E setelah dari toilet, aku diam-diam mengamati cara mereka belajar dan aku terheran-heran kenapa mereka belajar seperti anak SD. Dan aku pun menjadi congkak lagi (hanya untuk pelajaran yang satu itu).  

Penampilan kami dulu sebenarnya kurang lebih saja. Kurus, kulit gelap, dia berjilbab yang gitu-gitu aja, aku berikat rambut yang gini-gini aja, aku berkeringat, dia juga, aku jerawatan, tapi herannya dia tidak. Kami pubertas sama-sama tapi dia sama sekali nggak dihinggapi jerawat, sedangkan aku harus bikin ibu repot-repot ke Larissa demi mengantar anaknya ini facial. Satu poin lagi yang bikin dia lebih unggul daripada aku. Entah mukjizat apa yang terjadi pada wajahnya itu, kelihatannya selalu semulus pantat bayi, sedangkan aku di sini selalu penuh kerikil penuh minyak tumpah. Tapi, walaupun dia nggak berjerawat, dia sama saja denganku. Sama-sama nggak pernah ditaksir cowok (belakangan aku tahu ada adik tingkat yang suka panggil namaku setiap aku lewat sambil senyum-senyum, tapi aku nggak paham orang kalau lagi naksir, gelagatnya bisa seaneh itu). 

Banyak teman-teman yang sudah punya pacar, pasangan terlanggeng adalah sepasang ganteng dan cantik yang suka diam-diam pegangan tangan waktu guru ada di depan kelas. Akhirnya mereka putus dan si cantik nangis ngilu. Dengar-dengar dia sudah 10 kali lebih pacaran tapi ini yang paling menyakitkan. Aku hanya bisa melongo dibuatnya. Sepuluh kali pacaran itu gimana rasanya, satu cowok pun nggak ada yang naksir aku waktu itu. Diam-diam aku juga pingin punya pacar, pingin juga diperebutkan dua cowok kayak tokoh utama di FTV. Tapi tentu saja nggak pernah terjadi. Lalu aku menenangkan diri bahwa nanti juga bakal ada yang naksir. Mungkin bukan tahun ini atau tahun depan, mungkin beberapa tahun lagi. Sepuluh tahun atau lebih mungkin? Itu kubilang tanpa punya sedikit pun bayangan tentang aku di masa depan nanti bagaimana bentukannya.  

Tapi setidaknya aku lebih membanggakan dari teman-teman yang pacaran itu, karena rangking mereka selalu jauh di bawahku, apalagi di bandingkan teman semejaku itu. Para penghuni rangking lima besar tidak ada yang punya pacar, semuanya adalah para manusia yang tidak memasukkan pacaran dalam kamus prioritas mereka. Mereka sekolah cuman mau belajar, cari prestasi dan cari teman. Bukan pacar. Nama mereka selalu ada di atas-atas waktu diumumkan pas pembagian rapot. Sungguh membanggakan dan aku termasuk di dalamnya. 

Setelah lulus SMP, kami masuk SMA yang sama tapi tidak lagi sekelas, apalagi semeja. Tapi kami tetap sering bertemu dan dia bahkan cerita bahwa dia mulai naksir cowok, sedangkan aku nggak pernah cerita tentang naksir siapa-siapa karena memang nggak ada siapa pun di dalam kepalaku. Aku bertanya-tanya cowok macam apa yang bisa bikin teman-semejaku-yang-super-pintar-ini naksir. Ternyata aku kenal sama si cowok dan sepertinya aku lebih sering bersama si cowok daripada temanku itu. Sebelum perihal taksir menaksir ini bahasannya jadi semakin jauh, aku sudah keburu harus pindah sekolah ke kota asalku. Sejak itu, kami jadi jarang ketemu dan punya kehidupan sendiri sendiri di kota masing-masing. 

Hari ini usianya 22 tahun. Kenapa aku bisa ingat ulang tahunnya? Karena waktu ulang tahun SMP kami yang ke-13, kami sama-sama dapat hadiah sebagai siswa yang tanggal dan bulan lahirnya kalau dijumlahkan hasilnya 13. Hari ini aku berkali-kali menghitung apakah benar 8 + 5 hasilnya 13, dan memang benar itu hari ini. Selamat ulang tahun, teman semejaku! 
Share:

0 comments:

Post a Comment