April 17, 2017

Sebuah Fajar

Fajar datang, seorang gadis bangun dari tidurnya, dengan berbagai kembang tidur yang semerta-merta langsung rontok dari kepalanya. Gadis itu menggeleng hebat saat berusaha mengingat sesuatu dari yang rontok itu, tapi tak ada satu pun yang tersisa dalam ingatannya. Ia pun menyerah. Ia pun beranjak dari tempat tidurnya, sendiri, sunyi, hanya bunyi ayam yang tak henti berkokok, ia ke kamar mandi, wudhu, sembahyang, lalu berhadapan dengan laptopnya. Secara mengejutkan, hal-hal yang tadi mati-matian ia usahakan untuk diingat, kini menari-nari di kepalanya dengan liar. 

Mulai dari seorang teman lama yang tiba-tiba muncul tanpa melihat dirinya, tentang seorang teman yang terlihat asing yang tiba-tiba menyatakan keinginannya untuk sembahyang. Sejauh ini hanya itu yang mampu diingatnya. Ia merangkak menuju ponselnya, lalu menemukan benda itu dengan sebuah pesan dari ibunya yang menanyakan tentang apa yang dilakukan gadis itu selama liburan. Sebuah kata yang rasanya sangat asing baginya, karena setiap hari adalah liburan dan setiap hari adalah hari kerja. Gadis itu menjelma sebagai makhluk yang berjuang mencapai regulasi diri demi menamatkan sebuah karya ilmiah yang membosankan. 

Dijawabnya pertanyaan ibunya itu dengan "sama seperti hari-hari biasanya, Bu." Seharusnya ibu si gadis tahu bahwa anaknya tidak punya hari libur sekaligus tidak punya hari kerja. Tapi bagaimana pun juga ibu adalah ibu. Dan pesan singkat dari ibu harus dijawab meski semesta sudah tahu jawabannya tanpa perlu bertanya. Usai menjawab pesan ibunya, gadis itu keluar dari kamar, mencari yang dingin-dingin sebelum matahari memberi hangat. Ia duduk di balkon bersama ayam-ayam yang masih berkokok dan isi kepala yang menderu-deru memerintahkan dirinya untuk segera selesaikan tugas negaranya.
Share:

0 comments:

Post a Comment