Pada suatu hari, ada yang bergumam saat ia melihat seorang supir truk di dalam kendaraannya. Menenggak serangkaian minuman pencegah kantuk sambil menanti lampu merah berganti hijau. Yang bergumam ini mengamati bawaan truk beroda enam itu, namun tidak berhasil karena yang diamati tertutup terpal hitam. Si supir truk sempat melihat orang yang bergumam itu, lalu yang bergumam pura-pura tidak melihat dengan pura-pura menerawang ke arah bangjo. Lalu diam-diam, ia kembali menatap si supir truk. Mengira-ngira sudah berapa lama sang supir menempatkan bokongnya di jok yang panas.
Yang merah berganti hijau, semua penghuni jalan melaju. Si pengamat pun demikian. Si truk tertinggal di belakangnya dengan pantatnya yang super lebar, jadi dia harus hati-hati dan super pelan-pelan di jalan raya tengah kota. Entah apa pun yang di bawa truk itu dengan pantat lebarnya, sudah pasti secara tidak langsung maupun langsung, menjadi sumber penghidupan para orang yang lalu lalang ini. Mereka mereka yang memenuhi jalan raya ini. Begitu pula si pengamat yang baru saja pergi dari pusat perbelanjaan grosir hanya untuk mencari harga murah sebatang coklat. Entah itu isinya bahan makanan, alat rumah tangga, alat tukang, ban mobil, meja kursi, rak buku, kardus minuman kemasan, bantal guling, apa pun itu. Sebut saja ganja jika perlu. Memang semuanya perlu ada.
Seperti keberadaan si supir truk itu yang memang harus ada, supaya ada orang-orang yang tinggal duduk manis untuk dapat yang dimau. Seperti para pekerja kasar, supaya ada orang-orang yang bekerja halus dengan gaji gilang gemilang. Seperti para penenggak minuman pencegah kantuk, supaya ada orang-orang yang tidurnya menghasilkan rupiah. Seperti para pembawa bahan-bahan kebutuhan, supaya ada orang-orang yang tinggal duduk tapi buang-buang makanan. Seperti keberadaan si pengamat yang memang harus ada untuk sekedar menjadi tukang amat, supaya ada orang-orang yang tinggal leyeh-leyeh lupa bahwa bumi terus berputar. Tangan-tangan tak kasat mata di balik keberadaan satu sama lain.
Begitu pula orang yang saling mengutuk. Yang dikutuk ada karena ada yang mengutuk, dan yang mengutuk ada karena yang dikutuk. Atau yang hanya menerima kutukan tanpa membalas. Mereka pun ada berkat satu sama lain. Jika tidak ada yang saling-saling itu, lalu semuanya sama dong? Sama-sama jadi supir truk, tapi apa yang disupiri dan untuk siapa? Atau sama-sama jadi pengamat yang bergumam, tapi siapa yang diamati dan apa yang digumami? Atau sama-sama mengutuk, lalu siapa yang dikutuk?
Jadi tulisan ini hanya mau bilang supaya jangan merasa hampa dalam keberadaan. Karena keberadaanmu menghasilkan ketersalingan bagi orang lain. Apalagi kalau kamu tidak sekedar ada. Apalagi jika kamu bangkit dan melakukan sesuatu. Entah berapa lingkaran ketersalingan baru yang akan kamu ciptakan. Tapi usahakan jangan mengutuk. Usahakan.
0 comments:
Post a Comment