January 8, 2018

Lima Babi Kecil

Suatu hari, ada lima babi kecil bersaudara yang sedang jalan-jalan ke tempat yang sangat dingin. Mereka bermalam di sebuah kandang kecil yang harus muat diisi berlima selama lima hari. Ada yang mengeluh dingin, ada yang mengeluh kelaparan tiap saat, ada yang mengeluh sulit bergerak dan ada yang mengeluh rindu rumah. Babi paling bungsu adalah satu-satunya yang tidak mengeluh tentang apa pun. Ia diam saja sepanjang jalan menuju tempat dingin, hingga saat telah tiba di sana.

Suatu malam, ketika kakak-kakaknya pergi keluar kandang untuk cari pakan, si bungsu memilih untuk tinggal di kandang. Ia ingin sendirian untuk sementara waktu. Ia ingin membaca buku untuk mengetahui caranya kabur dari kandang yang sempit itu. Setelah membaca buku beberapa lama, akhirnya ditemukanlah suatu cara untuk kabur, yaitu dengan pura-pura sakit. Sakitnya si bungsu akan membuat kakak-kakaknya khawatir. Kekhawatiran itu akan membuat kakak-kakaknya merasa bersalah, karena telah membawa si bungsu ikut ke kandang yang sempit bersama mereka. Akhirnya si bungsu pun akan dibawa kembali ke kandangnya yang nyaman dan luas. Itulah rencana yang tergambar di benak si bungsu.

Tapi tak lama kemudian, kakak-kakak si bungsu tiba di kandang. Mereka menemukan adik mereka terkapar di atas tumpukan jerami karena perutnya sakit. Padahal, kakak-kakak telah menyiapkan makanan yaitu berupa roti bakar isi coklat.

"Kamu kenapa adikku?" tanya kakak pertama.

"Masuk angin, kak," jawab si bungsu.

"Ya sudah kamu makan saja dulu roti ini. Kami belikan spesial untukmu," sahut kakak kedua.

"Habis ini pakai minyak angin supaya mendingan." Kakak ketiga sibuk mencari-cari minyak angin di tumpukan jerami.

Kakak keempat diam saja, tapi mengusap-usap punggung si bungsu.

"Aku ingin pulang, tidak ingin tinggal di tempat ini. Tempat ini menyiksaku." Si bungsu memohon-mohon pada kakaknya, masih terlentang di jerami. Tak tega melihat adiknya menderita, para kakak pun mengiyakan keinginam si adik. Namun, malam ini mereka harus tinggal di tempat sempit itu dulu.

Si bungsu merasa semakin menderita. Ia tidak sanggup tidur di tempat itu. Malam hari, ketika para kakaknya tidur, ia pun memutuskan untuk keluar dari kandang yang kecil itu. Ia ingin bertemu dengan laron yang ramai di ilalang dekat kandangnya.

"Aku ingin kau membantuku enyah dari kandang ya menyebalkan itu. Kandang yang kakak-kakakku pun tak suka. Mereka tetap mengatakan hal-hal buruk tentang kandang itu, tapi mereka tetap saja tinggal di sana.  Aku punya rencana untuk melakukan sesuatu dengan kandang itu. Tapi tak bisa kulakukan sendiri."

Para laron, sambil tetap terbang dan menyala-nyala, menanggapi si bungsu. "Apa yang bisa kami lakukan?"

Si bungsu pun mendekat pada para laron. Mereka berdiskusi tentang rencana si bungsu. Mereka pun tiba kembali di kandang babi dengan membawa minyak tanah. Ribuan laron mengepung kandang babi, lalu mengeluarkan percikan api dari pantat mereka. Si bungsu menumpahkan jirigen minyak tanah, sehingga menyulut api yang menghujami kandang. Tak perlu waktu lama untuk menyaksikan kandang bersama empat kakaknya, terkepung dalam api yamg menari-nari. Sempat terdengar jeritan dari para kakak si bungsu, sebelum suaranya hilang dan musnah ditelan api.

"Kerja bagus, kawan-kawan," kata si bungsu pada para laron. "Aku jengah dengan mereka yang hanya mengeluh, tapi tidak melakukan apa pun untuk kehidupan mereka. Setidaknya aku lebih baik dari mereka, karena memilih bertindak dalam diam."

"Tapi kau bilang mereka sangat cemas padamu saat kau pura-pura sakit."


"Aku benci kecemasan mereka. Mereka hanya pura-pura."
Share:

0 comments:

Post a Comment