Pada suatu malam, ada seorang pemilik baju bernama Siti. Ia baru saja bangun dari tidurnya yang tidak pada jam manusia pada umumnya. Ia bangun untuk menyadari banyak hal yang belum dilakukannya. Seperti mengepak pakaian untuk dibawa keesokan hari yang rupanya sudah jadi hari ini. Mengepak barang-barangyang seharusnya tidak akan menghabiskan waktu se-lama itu.
"Aku cuman akan pergi tiga hari. Aku tidak akan membawamu terlalu banyak," kata Siti kepada selembar baju kaos hitam di lemari.
Baju hitam itu mengangguk, "ayo cepat, rapihkan aku ke dalam tas. Jejalkan aku bersama sabun pencuci wajah, pakaian dalam, kaos kaki dan sumpalan telinga yang akan kau bawa nanti!" Rupanya baju itu sudah tidak sabar. Sayangnya, Siti punya terlalu banyak energi malas yang membuatnya malah menulis sebuah postingan tentang malasnya ini.
Karena Siti tak kunjung datang untuk mengepak dirinya, si baju ini pun turun dari singgasananya di dalam lemari. Ia gotong royong bersama baju-baju lainnya untuk membuat simpul yang sangat panjang, sehingga mereka bisa mencapai ransel yang teronggok di atas lemari. Ransel itu menimpa tubuh mereka dari atas, tapi mereka bisa menyelinap dengan mudah dari reruntuhan itu. Dibukanya resliting ransel, lalu mereka pun melipat tubuh mereka sendiri, menggulung tubuh mereka dan berbarislah mereka dengan rapi di dalam ransel. Baju hitam yang sejak tadi memberi aba-aba pada teman-temannya, mendapat giliran terakhir untuk masuk ke ransel setelah memastikan bahwa semua teman-temannya telah mendarat di dalam tas dengan sempurna.
"Lihat, kami sudah rapi di sini. Kau harus mengepak barang-barang lainnya. Meski di sini sudah cukup sesak, tapi kau juga butuh handuk, sikat gigi dan charger. Oh iya jangan lupa juga beli paket data, bukankah kau tidak bisa hidup tanpa internet?"
"Huh siapa bilang aku selalu butuh internet. Aku bisa saja bertahan tiga hari tiga malam tanpa membuka ponselku." Siti yang merasa harga dirinya diinjak-injak oleh selembar baju, merasa semakin malas untuk mengepak hal-hal lain yang disebutkan si baju itu. Ia tidak terima dinilai sebagai manusia yang diperbudak oleh internet.
"Jadi, kau mau pergi apa tidak? Cepat berkemas! Jangan sampai aku keluar dari ransel ini hanya untuk mengepakkan barang-barang yang seharusnya menjadi tanggung jawabmu," kata si baju.
Si pemilik sangat benci dengan si baju yang sangat cerewet. Tahu apa benda itu tentang tanggung jawab? Sok tahu. "Kalau kau mau cepat-cepat pergi, pergilah sendiri. Tidak usah bawa-bawa aku. Aku tidak butuh pergi kema-mana bersama benda berisik sepertimu." Si pemilik tahu bahwa si baju itu tidak akan bisa berkutik tanpa dirinya yang pergi kemana-mana. Si baju tidak punya tiket kereta atas namanya. Oh, ia bahkan tidak punya nama. Menyedihkan.
"Baiklah, terserah kau saja. Tapi kalau sampai kau terlambat, aku akan pergi sendiri."
Beberapa jam kemudian, rupanya Siti tertidur pulas. Baju-baju yang sudah terlanjur mengepak diri mereka di dalam tas pun menggeleng-geleng heran pada Siti yang ngorok saat tidur. Baju-baju punya tekad sangat bulat untuk pergi dari tempat ini. Bersusah payah mereka menyatukan tenaga untuk membuat ransel bergerak. Usaha itu pun membuahkan hasil. Mereka tiba di stasiun kereta api, meletakkan diri di salah satu kursi penumpang atas nama Siti dan berangkat menyambut hari libur.
0 comments:
Post a Comment