July 19, 2017

Aku Harus Melawan

Hari itu hari raya. Hari raya yang kedua. Hari ketika yang ribut-ribut itu terjadi lagi di tempat yang sama. Tapi hari ini beda. Aku tidak lagi segentar dulu. Aku tidak lagi sekonyong-konyongnya menangis lalu buru-buru berlari menjauh dari sumber keributan. Kali ini aku hadapi semuanya sampai habis. Meski suaraku masih bergetar, tapi tidak dengan sorot mataku. Aku tatap tajam-tajam sumber keributan itu, hingga ia tak berani menatap balik. Berbeda dengan adikku yang duduk di sebelah. Ia yang terpancing keributan, tapi ia yang lebih dulu kalah oleh keributan. Matanya ditutup oleh tangan dan tangisnya langsung terisak. Tak ada kata-kata lagi darinya selain sesenggukan. 

Aku benci untuk mengatakan siapa yang memancing keributan itu. Tapi yang jelas, keributan yang satu ini tidak bisa membuatku diam dan pura-pura tidak mendengar. Aku menahan sekuat tenaga, tapi sayangnya adikku termakan baut. Tempramennya sama dengan yang memancing keributan itu. Mau tak mau aku harus bersuara untuk menengahi. Kepala dingin yang dari tadi kuusahakan mati-matian untuk tetap dingin, akhirnya panas juga. Aku menyahut tidak dengan suara kalem. Mungkin hari itu adalah satu-satunya hari selama setahun saat aku berseru karena sangat marah. Aku benci saat aku harus berseru sampai suaraku bergetar. Tapi itulah yang harus kulakukan hari itu. Tapi kupilih kata-kataku dengan hati-hati, aku hanya boleh bicara dengan pilihan kata yang tepat. Supaya aku terlihat benar. 

Hari itu aku sadar betapa mengerikannya omongan orang lain terhadap orang lainnya. Betapa menyakitkannya mendengar cibiran orang lain tentang orang lainnya. Betapa perihnya telinga dan hati akibat cemoohan orang lain tentang orang lainnya. Betapa sebilah mulut bisa menyayat-nyayat apa yang bisa disayat sebilah pisau. Terlebih dua orang yang mencibir dan dicibir itu adalah dua orang yang disayang. Dua orang yang mau tak mau jadi sama pentingnya untuk hidupku dan adikku. Dua orang yang mana mungkin bisa kami pilah pilih untuk dikasihi. Dua orang yang mana mungkin tak bikin kami sakit, ketika mereka sakit. Dua orang yang seharusnya tak pernah berpisah, tapi kami relakan berpisah demi kebaikan mereka berdua. 

Aku dan adikku sudah cukup baik hingga pada hari raya yang kedua itu. Kami ketawa ketiwi dengan para sepupu dan tante om setelah terima THR. Sampai keributan itu terjadi. Hal yang sama terjadi dua tahun yang lalu. Maafkan aku, karena hari raya tahun ini aku berani melawan dengan suara dan mataku. Tapi aku tahu aku benar. Aku melawan karena orang yang kusayang diinjak-injak. Aku harus melawan meski yang kulawan juga orang yang kusayang. Maafkan aku. Kuharap suara dan sorot mata perlawanan itu tidak perlu muncul lagi pada hari raya tahun-tahun selanjutnya. 
Share:

0 comments:

Post a Comment