March 10, 2017

Yang Senior Pamit

Yang senior harus pamit demi mencapai gelar sarjana. Maka ia tinggalkanlah sebuah organisasi yang katanya pers kampus yang di dalamnya ada banyak bocah cilik minta dikasih makan ilmu-ilmu soft skill yang katanya nggak ada di kelas. Yang senior ini pun akhirnya menghirup udara bebas setelah tiga tahun terkekang dalam belenggu tugas-tugas keorganisasian yang lumayan bikin tergopoh-gopoh. Belenggu yang malah bikin si cabe senior ini menangis bombay seperti anak ayam saat harus berpisah dengan anak-anak ayam yang lain. 

Waktu itu masih pagi, mereka baru selesai main game menggambar, setelah itu mereka semua berbaris dengan baju putih dan bawahan hitam. Mereka mendeklarasikan sumpah untuk menjungjung tinggi apa yang harus dijunjung. Yang senior hanya memandang dari depan. Melihat anak-anak ayam berbaris dengan seragam mereka. Saat mereka selesai bersumpah, yang senior pun berkeliling menyalami mereka semua. Tapi salamannya tidak hanya sekedar salaman. Salamannya disertai air mata yang berlinang-linang. Disertai pelukan dan ingus yang bunyi grak gruk. Tidak ada aba-aba, tidak ada yang menyuruh. 

Yang senior menangis karena yang ditangisi adalah bibit yang sudah tumbuh subur daun dan batangnya. Ia memangis karena selama ini selalu bersama dengan yang ditangisi, karena selama ini mereka banyak bicara tentang ini itu, dari tentang ketua BEM Fakultas Teknik yang tampan rupawan sampai tentang uang berjuta-juta rupiah yang akhirnya cair. Menangisnya si senior bukan berati sedih, tapi berati bangga. Bukan pada dirinya, tapi pada siapa yang ada di hadapannya. Si junior menangis karena kata-kata manis yang dialunkan si senior saat mereka berpelukan. Mereka saling berterima kasih dan menangis lagi. 

Tumbuhlah apa yang seharusnya tumbuh. Kerjakanlah apa yang seharusnya dikerjakan. Sayangilah apa yang seharusnya disayangi. Tidak pernah ada yang tahu bagaimana nanti pasti jadinya. Tidak ada yang bisa memastikan kalau seperti ini maka segitu hasilnya. Tapi akibat ketidaktahuan itu, maka keindahan muncul melebih apa yang ditanam. Lalu membuat haru jiwa-jiwa yang menanam, menimbulkan tangis dan syukur. Mungkin itulah yang dirasakan si senior. Ia datang tanpa angan-angan tentang apa pun yang ada di balik organisasi. Tau tau ia lanjut di tahun kedua, ketiga, hingga kini ia harus pergi. Pergi menyaksikan junior-juniornya tumbuh di dalam organisasi itu. 

Ia pun menangis lagi. Tapi bukan sedih. Ia bangga. 

Share:

0 comments:

Post a Comment